Kesehatan

Bangun Sinergisitas Cegah Stunting

Hendaru Tri HanggoroHendaru Tri Hanggoro - Rabu, 01 Februari 2023
Bangun Sinergisitas Cegah Stunting

Masyarakat juga membutuhkan sosialisasi dan pemahaman mendalam mengenai apa itu stunting dan risiko apa yang bisa ditimbulkannya. (Foto: Freepik/Freepik)

Ukuran:
14
Audio:

MOMENTUM Hari Gizi Nasional 2023 yang diperingati pada 25 Januari lalu, memunculkan kembali perhatian pada stunting (tengkes). Menurut Prof. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Ph.D, Sp.A(K), Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Ketua Satgas Stunting Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), stunting masih menjadi masalah bagi bayi dan anak Indonesia.

Kondisi tersebut harus segera dituntaskan karena menghambat momentum generasi emas Indonesia 2045. Presiden RI Joko Widodo telah memberikan pernyataan dan meminta setiap kepala daerah agar bisa menekan angka stunting di daerah masing-masing demi menuju Indonesia Zero Stunting pada 2030.

Pemerintah menargetkan prevalensi stunting pada 2024 sebesar 14 persen. Sementara angka stunting tahun 2021 sebesar 24,4 persen, sehingga untuk mencapai target tersebut diperlukan penurunan 2,7 persen setiap tahun.

Indonesia optimistis mampu mencapai target selama konsisten menjalankan konsep yang terbukti secara ilmiah (scientifically proven). Hasil penelitian membuktikan zat makanan terpenting untuk mencegah stunting adalah protein.

Baca juga:

Angka Stunting Berbanding Lurus dengan Kurangnya Literasi Makanan Bergizi

stunting
Penelitian lebih jauh mengungkap bahwa pangan sumber protein hewani mengandung asam amino esensial yang lengkap dan bisa didapatkan dari susu, telur, ikan, ayam. (Foto: Dok. cbcomm)

"Kunci menurunkan stunting adalah mengonsumsi asam amino esensial lengkap dan cukup yang bersumber dari protein hewani. Penelitian lebih jauh mengungkap bahwa pangan sumber protein hewani mengandung asam amino esensial yang lengkap dan bisa didapatkan dari susu, telur, ikan, ayam dan lainnya,” ungkap Prof. Damayanti.

Tidak semua balita pendek itu diklasifikasikan sebagai stunting, melainkan hanya yang mengalami kekurangan gizi berulang atau kronis. Banyak hal akan dialami anak jika mengalami kekurangan gizi terus menerus, dimulai dari anak mengalami kenaikan berat badan yang tidak adekuat (memadai) atau dikenal dengan weight faltering.

Ada dua hal yang bisa menyebabkan anak kekurangan gizi. Pertama, asupan tidak memadai. Ini bisa terjadi karena kemiskinan, penelantaran atau ketidaktahuan. Kedua, misalnya anak sering sakit, sehingga memiliki gangguan makan.

"Atau memang memiliki masalah bayi berat lahir rendah (BBLR), prematuritas, dan kelainan metabolisme bawaan yang harus ditangani dengan pemberian nutrisi khusus atau disebut pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK),” tambah Prof. Damayanti.

Untuk mengenali anak stunting atau tidak, hasil diagnosa dari dokter anak lah yang mempunyai kompetensi keilmuan untuk menentukan. Hal ini perlu diidentifikasi sejak awal agar bisa ditentukan tindakan tepat yang diperlukan anak.

Ada sejumlah sebab lain yang bisa menyebabkan anak berperawakan pendek, mulai dari yang normal seperti familial short stature (berasal dari keluarga yang berperawakan pendek) dan late bloomer, maupun yang patologis, seperti kelainan genetika mulai dari skeletal dysplasia, mukopolisakaridosis, atau rakitis, yang tentu membutuhkan penanganan berbeda dengan stunting.

Baca juga:

Kolaborasi Penting Cegah Stunting

stunting
Strategi percepatan penurunan stunting sendiri dirumuskan melalui tiga tahapan, Posyandu, Puskesmas, dan RSUD. (Foto: Dok. cbcomm)

Orang tua memiliki peran penting dalam pencegahan dan penanganan stunting dengan pemenuhan nutrisi berkualitas pada anak. Jika anak telanjur mengalami stunting, bukan berarti tidak ada harapan.

Menurut penelitian Graham McGregor di Jamaica menunjukkan bahwa pangan lokal ditambah terapi nutrisi susu 1 kilogram setiap minggu dilengkapi terapi stimulasi bermain selama 18 bulan pada anak yang mengalami stunting masih dapat mengejar hingga 90% potensi kecerdasan yang seharusnya.

Anak yang sudah mencapai usia dua tahun, jika terus didukung dan diperbaiki nutrisinya hingga usia lima tahun, penurunan IQ bisa tidak terlalu banyak, bahkan bisa mengejar hingga minus 5 dari potensi seharusnya jika tidak pernah mengalami stunting. Bahkan langkah perbaikan dari segi nutrisi masih bisa diberikan hingga anak mencapai usia 9 tahun.

Sebanyak 20% anak mulai mengalami stunting sejak lahir, 20% pada saat mendapatkan ASI (0-6 bulan), 50% pada masa MPASI, serta 10% di atas usia 3 tahun. Berdasarkan ini, WHO merekomendasikan inisiasi menyusu dini (di bawah 1 jam setelah lahir) agar dapat mencapai ASI eksklusif selama 6 bulan, pemberian MPASI paling lambat dimulai pada usia 6 bulan sambil meneruskan pemberian ASI.

Strategi percepatan penurunan stunting sendiri dirumuskan melalui tiga tahap. Dimulai dari pencegahan primer pada bayi normal di POSYANDU dengan mensosialisasikan ASI, MPASI dan makanan keluarga berbasis protein hewani, serta penimbangan berat badan setiap bulan untuk mendeteksi dini weight faltering.

Selanjutnya, anak dirujuk ke Puskesmas dan menjalani pencegahan sekunder saat bayi sudah mengalami weight faltering, berat badan kurang, gizi kurang, dan gizi buruk. Di Puskesmas harus ditangani dokter layanan primer yang mendeteksi dini serta menatalaksana segera penyakit penyerta misalnya tuberkulosis, infeksi saluran kemih, ISPA dan lain-lain serta memberikan terapi pangan olahan untuk keperluan diet khusus (PDK)

Jika sudah terjadi stunting, maka dirujuk ke RSUD untuk mendapatkan pencegahan tersier oleh dokter spesialis anak, lalu ditatalaksana sesuai indikasi. Jika perlu terapi khusus bisa diberikan pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK) yang sesuai peruntukannya.

Ini dilakukan agar menyelesaikan masalah stunting dan mencegah penurunan kognitif terlalu besar. Jika ditemukan faktor lain di luar medis yang menyebabkan stunting, maka perlu dilakukan pendekatan lintas sektoral, contoh pada kasus-kasus terkait kemiskinan, penelantaran, higienitas dan ketidaktahuan.

Pihak yang paling berperan besar dalam pencegahan stunting adalah orang tua. Setiap orang tua pasti ingin anaknya bisa tumbuh dan berkembang lebih baik. Untuk itu, kita tidak bisa mengharapkan orang lain.

Jadi, tugas memberikan asupan nutrisi berkualitas secara tepat, termasuk protein hewani, juga menjadi tanggung jawab orang tua. (dgs)

Baca juga:

Gerakan Minum Tablet Tambah Darah Upaya Atasi Stunting

#Stunting #Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

Hendaru Tri Hanggoro

Berkarier sebagai jurnalis sejak 2010 dan bertungkus-lumus dengan tema budaya populer, sejarah Indonesia, serta gaya hidup. Menekuni jurnalisme naratif, in-depth, dan feature. Menjadi narasumber di beberapa seminar kesejarahan dan pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan lembaga pemerintah dan swasta.

Berita Terkait

Indonesia
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lonjakan kasus malaria yang kembali terjadi setelah daerah tersebut sempat dinyatakan eliminasi pada 2024 itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Dunia
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Menkes AS juga menghapus program pencegahan penyakit yang krusial.
Dwi Astarini - Rabu, 03 September 2025
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Mereka yang membatasi makan kurang dari delapan jam sehari memiliki risiko 135 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Dwi Astarini - Selasa, 02 September 2025
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Indonesia
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Irma mendorong BPJS Kesehatan untuk bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 28 Agustus 2025
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Indonesia
Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar
Presiden Prabowo juga menargetkan membangun total 500 rumah sakit berkualitas tinggi sehingga nantinya ada satu RS di tiap kabupaten dalam periode 4 tahun ini.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 26 Agustus 2025
Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar
Indonesia
Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
Presiden Prabowo yakin RS PON Mahar Mardjono dapat menjadi Center of Excellence bagi RS-RS yang juga menjadi pusat pendidikan dan riset, terutama yang khusus berkaitan dengan otak dan saraf.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 26 Agustus 2025
Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
Indonesia
Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
Riza Chalid, selaku pemilik manfaat PT Orbit Terminal Merak, merupakan salah satu dari delapan tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah
Angga Yudha Pratama - Jumat, 22 Agustus 2025
Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
Lainnya
Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
Vertigo merupakan istilah medis yang digunakan untuk menyebut sensasi seolah-olah lingkungan di sekitar penderita terus berputar dan biasanya disertai rasa pusing.
Frengky Aruan - Kamis, 21 Agustus 2025
Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
Indonesia
Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran
Anggaran kesehatan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dialokasikan sebesar Rp 244 triliun.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 21 Agustus 2025
Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran
Bagikan