5 Serangan Balik terhadap KPK Selama 2017


Komisi Pemberantasan Korupsi. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama tahun 2017 kerap menyedot perhatian publik. Peristiwa besar terkait KPK bahkan masih berlanjut hingga tahun berganti seperti kasus penganganan korupsi e-KTP.
Salah satunya pada penghujung tahun 2017 ketika KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi mega proyek e-KTP. Setnov saat itu sebagai Ketua DPR.
KPK juga tak lepas dari teror. Penyerangan biadab terhadap peyidik senior KPK Novel Baswedan membuat banyak orang geram. Hingga kini, pelaku penyiraman air keras pada wajah Novel masih belum terungakap. Publik menunggu. Tampaknya, hingga tahun berakhir, peneror atau otak teror terhadap KPK jauh dari kata terang.
Berikut merahputih.com mencatat 5 "serangan balik" terhadap KPK selama tahun 2017:
1. Novel Baswedan Disiram Air Keras
Penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan disebut teror paling mengerikan terhadap KPK. Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal pada bagian wajah sepulang dari menunaikan salat subuh di masjid dekat kediamannya. Peristiwa ini terjadi pada hari Selasa, 11 April 2017.
Novel adalah salah satu penyidik senior KPK. Saat peristiwa, Novel tengah menangani kasus korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).
Serangan terhadap Novel membuat semua orang marah. Desakan berbagai pihak agar polisi mengusut tuntas kasus itu tak pernah surut. Pada 31 Juli, Presiden Jokowi memanggil Kapolri Jenderal Tito Karnavian terkait penanganan kasus tersebut.

2. KPK "Ribut" dengan DPR Soal Anggaran
Penyanderaan anggaran Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) ramai diperbincangkan pada pertengahan tahun 2017. Penyanderaan itu menyusul sikap KPK dan Polri yang tidak menghadirkan mantan anggota DPR Miryam S Haryani ke dalam Rapat Pansus Angket KPK.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar M Misbakhun mengusulkan agar pembahasan anggaran RAPBN 2018 Kepolisian dan KPK tidak perlu dilakukan jika Miryam S Haryani tidak dihadirkan ke Pansus Angket KPK.
Implikasi dari tidak dibahasnya anggaran RAPBN 2018 adalah anggaran terhadap dua institusi tersebut di 2018 tertahan.

3. DPR Bentuk Pansus KPK
Pembentukan Pansus Hak Angket terhadap KPK menjadi sorotan publik karena berbarengan dengan pengusutan kasus mega korupsi e-KTP. DPR menyebut pansus fokus penyelidikan empat hal, yaitu aspek kelembagaan KPK, kewenangan, tata kelola sumber daya manusia, dan tata kelola anggaran di KPK.
Terkait aspek kelembagaan, KPK dinilai gagal dalam memposisikan dirinya sebagai lembaga supervisi dan koordinasi pemberantasan tindak pidana korupsi karena tidak mampu membangun kerja sama yang baik dengan kepolisian dan Kejaksaan Agung. Selain itu, terkait dugaan pelanggaran aturan dalam mengumpulkan alat bukti dan ada saksi yang harus mengikuti keinginan penyidik KPK.
Adapun fraksi yang mengirimkan anggotanya dalam Pansus Hak Angket KPK yaitu Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Hanura, Fraksi PPP dan Fraksi PAN dan Fraksi Nasdem.

4. Pimpinan KPK Ditersangkakan
Dua pimpinan KPK yang menjadi tersangka yaitu Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang terkait kasus dugaan pembuatan dan penggunaan surat palsu surat perintah penyidikan (spridik).
Dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) bernomor B/263/XI/2017/Dittipidum tertanggal 7 November 2017 dengan pelapor adalah Sandy Kurniawan. SPDP itu juga ditandatangani langsung oleh Dir Tipidum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Herry Rudolf Nahak.
Pada SPDP itu tertulis bahwa penyidik telah menemukan dugaan tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat dan menggunakan surat palsu dan/atau penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.

5. Desakan Pembubaran KPK
Desakan pembubaran KPK menjadi salah satu isu paling hangat terkait KPK selama 2017. Salah satunya datang dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang berpendapat bahwa kegiatan penegakkan hukum dalam hal ini tindak pidana korupsi harus dikembalikan pada lembaga penegakan hukum yang permanen, yakni kepolisian dan kejaksaan.
Politikus PKS itu berdalih lembaga antirasuah itu pantas dibubarkan karena telah melampau kewenangannya sebagai lembaga ad hoc (berdiri sementara). Fahri merasa keberatan dengan cara kerja KPK dalam menentukan gratifikasi dan penyadapan.

Isu pembubaran KPK mencuat ketika Presiden kelima Indonesia Megawati Soekarnoputri yang juga Ketua Umum DPP PDIP berbicara dalam sebuah pidatonya di MPR pada tahun 2015. Dia menjelaskan bahwa KPK adalah lembaha ad hoc. Sebagai lembaga sementara kapan pun KPK bisa dibubarkan. (*)
Baca juga terkait kilas balik 2017 dalam artikel: Ini Dia Makanan Paling Ngehits Selama 2017
Bagikan
Berita Terkait
KPK Dalami Peran Gubernur Kalbar Ria Norsan di Kasus Proyek Jalan Mempawah

Kolaborasi Bareng KPK Kampanyekan Antikorupsi, Rhoma Irama Doakan Pejabat tak Pakai Rompi Oranye

KPK Usut Dugaan Korupsi di Kalbar, Penyidik Mulai Lakukan Penggeledahan

Unsur Masyarakat Harus Dominasi Pansel KPK

Otak Pungli di Rutan KPK Masih Bekerja Sebagai Staf di Setwan DKI

KPK Tahan Politikus PKB Terkait Kasus Korupsi di Kemenakertrans Era Cak Imin

KPK Periksa Eks Mensos Juliari Batubara Terkait Kasus Bansos Beras

KPK-BPIP Bersinergi Cegah Korupsi

Tutup Hakordia 2023, KPK: Sinergi Pemberantasan Korupsi Harus Terus Berlanjut
