Wisata Batik di Kampung Laweyan

Jumat, 02 Oktober 2020 - Dwi Astarini

TANGGAL 2 Oktober jadi hari spesial buat bangsa Indonesia. Di tanggal ini, pada 2009 lalu, batik diakui UNESCO sebagai salah satu warisan dunia. Tak hanya kain batik, UNESCO tapi juga memasukkan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait.

Budaya batik di Indonesia tersebar hampir di semua daerah. Pulau Jawa punya paling banyak sebaran dan budaya batik yang mengakar. Salah satu sentra batik ternama di Jawa ialah Kampung Batik Laweyan, Solo.

BACA JUGA:

Mangkrak 50 Tahun, Omah Lowo Jadi Destinasi Wisata Galeri Batik Premium

Terletak tidak jauh dari Stasiun Purwosari, Kampung Laweyan bisa dicapai dengan menggunakan becak yang banyak mangkal di sepanjang tepi jalan utama Solo, Jalan Slamet Riyadi. Pada masa lalu, Laweyan merupakan pusat perdagangan di tepi Sungai Banaran yang terhubung dengan Bengawan Solo. Perdagangan di daerah itu utamanya ialah benang lawe, karena daerah itu dulunya banyak ditumbuhi kapas. Kapas-kapas diolah menjadi benang lawe yang kemudian ditenun untuk jadi bahan pakaian.

Amat mungkin nama Laweyan didapat dari komoditas yang diperdagangkan di daerah itu. Di tempat itu juga Ki Ageng Henis bermukim pada 1546 M. Nama Ki Ageng Henis atau Ki Ageng Laweyan amat lekat dengan asal usul Kampung Laweyan. Salah seorang keturunan Brawijaya V itulah yang mengajarkan teknik membatik kepada para santrinya. Saking lekatnya, makam Ki Ageng Henis yang ada di lingkungan Laweyan hingga kini masih ramai dikunjungi penziarah.

laweyan
Gang kecil di Laweyan. (foto: Instagram @bagkopertrip)

Di masa kolonial, pada 1905, Kampung Laweyan makin berkembang sebagai pusat kerajinan batik. Seorang saudagar batik bernama KH Samanhudi memprakarsai terbentuknya Serikat Dagang Islam. Ia berhasil menghimpun para saudagar batik muslim Bumiputera yang ada di Laweyan untuk menghadapi Belanda yang pengaruhnya semakin kuat di dalam keraton.

Peran Kampung Laweyan dalam sejarah perkembangan Kota Solo amatlah penting. Daerah ini merupakan penghasil batik tulis, cap, dan kombinasi tulis cap serta printing. Kampung ini muncul dan membawa batik Solo dikenal masyarakat luas. Pengerjaan batik dengan keuletan dan keterampilan yang dimiliki penduduk Laweyan kini telah turun-temurun dikuasai.

Baca Juga:

Makna Mendalam di Balik 4 Motif Batik Emas Batangan Terbaru Antam


Laweyan di Masa Kini

gang laweyan
Gang di Laweyan serasa membawa ke masa lampau. (foto: Instagram @bagusananditya)


Kejayaan Kampung Laweyan sebagai sentra batik dicapai pada 1970-an. Ratusan perajin tinggal di gang-gang di seputar kampung ini. Berbagai batik dengan harga beragam dihasilkan dari daerah ini.

Namun kini, Laweyan tak sekadar jadi sentra batik. Daerah ini menjelma menjadi destinasi wisata dengan berbagai pesona. Kampung kuno dengan arsitektur unik sudah pasti menarik mata pengunjung. Bangunan di Laweyan banyak dipengaruhi gaya arsitektur Eropa dan Islam, sehingga banyak bermunculan bangunan bergaya arsitektur Indisch (Jawa–Eropa) dengan fasad sederhana berorientasi ke dalam, fleksibel, berpagar tinggi, lengkap dengan lantai yang bermotif karpet khas Timur Tengah.

ckara homestay-laweyan
Cakra Homestay yang menawarkan penginapan homey dengan arsitektur vintage. (foto: Instagram @ahong56)

Tembok-tembok tinggi melindungi setiap rumah di Laweyan. Hal itu menjadi ciri khas daerah tersebut. Akibatnya, gang-gang sempit terbentuk di sela-sela rumah saudagar batik Laweyan. Tembok tinggi dibangun bukan tanpa alasan. Itu berguna melindungi usaha mereka juga menjaga privasi.

Bangunan rumah saudagar biasanya terdiri dari pendopo, ndalem, sentong, gandok, paviliun, pabrik, beteng, regol, dan halaman depan rumah yang cukup luas dengan orientasi bangunan menghadap utara-selatan. Atap bangunan kebanyakan menggunakan atap limasan.

Meskipun bangunan rumah warga Laweyan cenderung besar dan megah, mereka bukanlah keturunan bangsawan. Hubungan yang erat dengan kraton melalui perdagangan batik serta didukung dengan kekayaan yang ada, membuat corak permukiman di sana terlihat layaknya rumah bangsawan Jawa.

Baca Juga:

Gelar Batik Nusantara 2019 Sasar Generasi Milenial


Menikmati Pesona Laweyan

kampung laweyan
Beragam batik dijual di Kampung Laweyan. (foto: Instagram @areyski)

Tak hanya arsitektur yang menjadi daya tarik kampung batik di Kota Solo ini. Kamu bisa mengeksplorasi gang-gang kecilnya. Saat menyusuri gang di Laweyan, kamu akan merasa dibawa ke nostalgia masa lalu. Aura vintage kental banget terasa. Kalau malas jalan kaki, ada abang becak yang selalu siap di depan gang. Mereka akan menawarkan diri mengantarkan berkeliling. Di kanan-kiri, butik dan toko batik berjajar menawarkan berbagai kain batik nan cantik. Harganya beragam, jangan takut bertanya ya.

Selain berkesempatan membeli berbagai batik di Laweyan, jangan lewatkan juga mengulik cara pembuatannya ya. Beberapa toko punya workshop perajin di dalamnya. Kamu bisa dengan bebas bertanya tentang proses membantik sembari melihat mereka bekerja. Siap-siap terkagum dengan ketelatenan dan kekayaan teknik pewarnaan alami yang ditawarkan di sana. Bahkan, jika kamu memang niat banget, ada juga kok kelas membatik yang ditawarkan.

Baca Juga:

Batik Tulis Indonesia Jadi Pusat Perhatian di Closing Fashion Show

Setelah puas berkeliling, cicipi kuliner tradisional Laweyan yang banyak dijajakan di sana. Saat pagi, kamu dengan mudah menemukan mbok-mbok bakul gendong yang menjual nasi liwet. Ada juga serabi bercitarasa manis gurih yang dijual hangat. Jajanan lain yang enggak boleh kamu lewatkan ialah ledre dan apem khas daerah itu.

masjid laweyan
Masjid Laweyan yang merupakan tertua di Kota Solo. (foto: Instagram @laweyan.solo)

Bagi kamu pelancong muslim, Masjid Laweyan wajib banget kamu singgahi. Masjid ini merupakan masjid tertua di Kota Solo. Tempat ibadah ini dibangun pada masa Kerajaan Pajang, yaitu pada 1546. Dulunya, masjid itu merupakan bangunan pura. Namun, karena diplomasi Kiai Ageng Henis, bangunan pura itu kemudian dialihfungsikan menjadi masjid. Diduga kuat, penyebaran Islam di wilayah Solo dan sekitarnya dimulai dari Masjid Laweyan ini.

Masih dalam kompleks masjid, kamu akan menemukan makam Kiai Ageng Henis. Penziarah diperbolehkan masuk. Suasana teduh amat terasa di dalam makam. Pintu gerbang makam yang megah dan kokoh dibangun pada masa PB X. Pembangunan pintu itu dilakukan karena di kompleks itu juga merupakan makan PB II, yaitu Raja Keraton Kasunanan. Ia lah yang memindahkan kerajaaan dari Kartasura ke Surakarta.

makam laweyan
Pintu masuk makam Kiai Ageng Henis. (foto: Instagram @laweyan.solo)

Untuk urusan menginap, kamu enggak perlu khawatir. Banyak pilihan hotel dan penginapan di sekitar kampung ini. Namun, jika ini suasana rumah Jawa yang tenang, kamu bisa mencoba menginap di Cakra Homestay. Letaknya tak jauh dari gang kecil Kampung Laweyan. Di dalam homestay itu, ada perangkat gamelan yang masiih berfungsi. Di hari-hari tertentu, kelompok karawitan berlatih di sana. Jadi, sembari menginap, kamu bisa dapat hiburan gratis, plus pesona Laweyan pun jadi makin berasa.(dwi)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan