Usulan DPRD Pilih Kepala Daerah Disinyalir Sudah Jadi Kesepakatan Parpol dan Pemerintah
Senin, 22 Desember 2025 -
MerahPutih.com - Usulan Dewan Perwakilan Rakyat kembali memiliki hak untuk memilih Kepala Daerah baik itu gubernur atau bupati dan wali kota, semakin menguat setelah diutarakan politikus Golkar, PKB dan Presiden Prabowo Subianto.
Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, mengkritik keras wacana perubahan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi penunjukan Presiden untuk jabatan gubernur serta pemilihan bupati dan wali kota oleh DPRD.
Menurutnya, gagasan tersebut mencerminkan manuver politik para elite yang berpotensi merampas hak demokratis rakyat.
Fernando menilai, para elite politik seolah sedang “bermain billiard” dengan melemparkan berbagai gagasan ke ruang publik tanpa mempertimbangkan dampak serius terhadap demokrasi.
Baca juga:
Temuan Awal Duit Korupsi Bupati Lampung Tengah Rp 5 Miliar, Diduga Buat Bayar Utang Pilkada
Ia meyakini, wacana tersebut bukan sekadar pendapat personal yang dilontarkan oleh Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia maupun Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.
“Saya yakin gagasan tersebut bukan hanya sekadar dilontarkan, tetapi sudah menjadi kesepakatan para pimpinan partai politik, terutama yang tergabung dalam koalisi pemerintahan,” ujar Fernando dalam keterangannya, Senin (22/12).
Ia menilai, pembahasan tersebut kemungkinan tidak hanya menyangkut mekanisme Pilkada dan waktu pembahasannya di DPR, tetapi juga sudah masuk pada pembagian kekuasaan antarpartai politik.
Menurutnya, bukan tidak mungkin jabatan kepala daerah sudah diperhitungkan dan dibagi sebagai bagian dari kesepakatan elite.
“Partai apa mendapatkan jabatan kepala daerah mana, sangat mungkin sudah dibagi bersama,” tegasnya.
Fernando menyesalkan alasan penghematan anggaran yang kerap digunakan untuk membenarkan perubahan sistem Pilkada.
Dalih efisiensi, tegas ia, justru menutupi ambisi kekuasaan yang berujung pada penghilangan hak rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung.
Ia mengakui, secara hitung-hitungan memang akan ada penghematan anggaran negara. Namun, ia menegaskan tidak ada jaminan bahwa korupsi akan hilang atau kepala daerah yang terpilih akan lebih berkualitas.
“Jangan-jangan anggaran yang sebelumnya dipakai untuk kampanye dan politik uang kepada rakyat justru dialihkan untuk membeli partai politik dan suara anggota DPRD,” katanya.
Fernando berharap masyarakat bersikap kritis dan melakukan perlawanan terhadap apa yang ia sebut sebagai “rencana jahat” elite politik.
"Perubahan ini berpotensi membawa kemunduran demokrasi, khususnya dalam sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia," tegasnya. (Pon)