Struktur Bangunan Rumah Tanpa Panggung Khas Masa Majapahit
Minggu, 15 Oktober 2017 -
LIMA sosok bersanggul duduk berjejalan di sebuah bangunan beratap tunggal tanpa dinding. Atap bangunan ditopang empat tiang pancang silinder pada tiap sisi. Sementara di bagian bawah nampak enam struktur batuan besar menahan beban bangunan.
Gambaran memuat bentuk rumah pada masa lampau tersebut, tersua pada salah satu dari 120 rangkaian panil bas relief Lalitavistara di candi Borobudur. Tampilan bentuk rumah serupa, terutama menggambarkan struktur kontruksi panggung, banyak terdapat di relief-relief candi Borobudur, seperti pada relief Karmawibhangga.
Bentuk rumah kayu pada relief-relief di candi Borobudur, menurut Aryadi Darwanto pada Bangunan Kontruksi Kayu Pada Relief Candi Borobudur dan Prambanan: Studi Tentang Kontinyuitas Komponen Pada rumah Tradisional Jawa, memiliki ciri bentuk atap limasan, atap kampung, atau atap ijuk, lalu dinding terbuat dari kayu dan bambu, memiliki ruang-ruang terbuka, serta memiliki struktur bangunan rumah panggung dengan kolong di lantai bawah. Ciri struktur panggung berkolong lantas menjadi khas bangunan rumah pada masa Jawa Kuna.
“Berdasarkan penggambaran relief dan data arkeologis, bangunan hunian masa Jawa Kuna sejak zaman Klasik Tua di Jawa bagian tengah (abad ke-8 hingga 10 M) sampai sekitar awal abad ke-14 M, dibuat dengan konstruksi panggung berkolong, tiang-tiangnya antara 4, 6, 18, 12, bahkan sampai 16 tiang. Bagian dasar tiang-tiang itu ditopang batu-batu umpak sehingga tidak ambles ke dalam tanah,” Prof Agus Aris Munandar, arkeolog UI pada “Data Arsitektur Dalam Beberapa Karya Sastra Masa Jawa Kuno: Zaman Majapahit (Abad 14-15 M)” makalah Seminar Internasional Pernaskahan Nusantara 2017.
Pada masa Majapahit, menurut Aris Munandar, setelah mereka mampu mengendalikan banjir melalui sistem pembuangan air, maka muncul bangunan rumah tanpa kontruksi panggung berkolong, melainkan menggunakan pondasi dasar bangunan langsung menempel dengan tanah.
Struktur bangunan tanpa umpak batu, lanjut Aris Munandar, dijumpai pada bangunan-bangunan profan masa Majapahit, seperti yasa, bale, dangau, atau persanggrahan sebagai tempat tinggal atau tempat peristirahatan.
“Bukti bahwa bangunan rumah tinggal masa Majapahit ada yang langsung didirikan di atas permukaan tanah terdapat di kawasan arkeologi Trowulan, Dukuh Kedaton, Desa Sentonorejo,” kata Aris Munandar.
Terdapat tinggalan bekas lantai rumah terhampar ditutup dengan ubin-ubin segi enam dari terakota dan jalan setapak dengan hamparan batu-batu kerakal, dan struktur dasar bangunan dengan bata. “Berdasarkan data tersebut dapat diduga bahwa situs Lantai Segi-6 semula berfungsi sebagai rumah kaum berada atau kaum bangsawan masa Majapahit abad ke-14 M. Situs tersebut kemudian dikenal dengan nama situs Pemukiman Sentonorejo,” imbuh Aris Munandar.
Struktur tanpa kontruksi panggung berkolong menjadi khas bangunan rumah masa Majapahit. “Dengan demikian untuk pertama kalinya bangunan hunian dibangun langsung di permukaan tanah terjadi di zaman Majapahit, tradisi itu kemudian berlanjut hingga masa kemudian pada era perkembangan Islam di Jawa dan akhirnya sampai sekarang,” pungkasnya. (*)