Setahun Pandemi COVID-19, Volume Limbah Medis Solo Naik 10 Persen
Kamis, 18 Maret 2021 -
MerahPutih.com - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Solo, Jawa Tengah mencatat adanya kenaikan volume limbah medis Solo naik 10 persen. Kenaikan limbah medis dipicu akibat meningkatnya pasien corona selama setahun pandemi
Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Solo, Heri Widianto mengatakan, hal tersebut sebagai akibat tingginya operasional fasilitas layanan masyarakat dalam menangani kasus infeksius.
Baca Juga
Tengah Tahun Kasus COVID-19 Turun, Ekonomi Tumbuh 4,8 Persen
"Peningkatan limbah medis di Solo cukup signifikan selama setahun terakhir akibat pandemi," ujar Heri, Kamis (18/3)
Dikatakannya, peningkatan volume medis tersebut didominasi alat pelindung diri (APD). Selama pandemi COVID-19 ini naik 10 persen. Ia membandingkan pada hari biasa volume limbah bahan berbahaya dan beracun sekitar 6-7 ton/hari
"Pengelolaan limbah dilakukan oleh beberapa fasilitas layanan kesehatan yang mengelola sendiri dan sebagian lagi dikerjasamakan dengan pihak ketiga," kata dia.

Dari banyaknya rumah sakit di Solo, kata dia, hanya RSUD dr Moewardi dan dr Oen Kandang Sapi Solo yang mampu mengolah limbah medis sendiri. Kedua rumah sakit tersebut sudah memiliki incinerator untuk pembakaran limbah.
"Seharusnya memang seperti itu. Rumah sakit harus punya incinerator untuk pembakaran limbah sendiri," katanya.
Ia menjelaskan pengelolaan sampah medis seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Solo diserahkan ke pihak ketiga semua. Pihak ketiga tersebut, yakni PT Arah yang punya incinerator di Polokarto, Sukoharjo, PT Putra Restu Ibu Abadi di Mojokerto, dan PT Prasadha Pamunah Limbah Industri di Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.
"Limbah medis B3 dari lokasi karantina pasien corona mandiri penanganannya juga dikerjasamakan dengan pihak ketiga," katanya.
Ia menambahkan terkait pengelolaan limbah medis di Solo, Pemkot Solo sudah menerbitkan surat edaran (SE) yang ditujukan kepada seluruh fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit dan puskesmas. Dimana pada aturan tersebut fasilitas kesehatan sudah ada izin penyimpanan sementara limbah medis B3 maksimum selama 2x24 jam.
"Selama disimpan harus rutin disemprot dengan cairan klorin. Terlebih jika limbah tersebut berpotensi menularkan COVID-19 sehingga masuk kategori infeksius," tandasnya. (Ismail/Jawa Tengah)
Baca Juga
Proses Vaksinasi COVID-19 di Indonesia Masih Jauh dari Target