Saut Situmorang: Peringatan Kartini Itu Jelekkan Budaya Lokal
Selasa, 21 April 2015 -
MerahPutih Budaya - Peringatan Hari Kartini dilakukan dengan berbagai seremoni. Di antaranya upaya, perlomabaan, hingga berpakaian khas daerah. Terkait berpakaian daerah tersebut, Menteri Susi Pudjiastusi mengenakan kebaya dalam pidato yang dilakukan di Kementeri Kalautan dan Perikanan (KKP), hari ini, Selasa (21/4).
Suara berbeda justru disampaikan penyair asal Yogyakarta, Saut Situmorang. Dia menegaskan bahwa pihak Belanda turut campur dalam pengukuhan Kartini.
"Maksud dan tujuan dari kanonisasi Kartini sangat jelas: Menjelek-jelekkan budaya lokal (Jawa) alias Timur sebagai Kegelapan sambil memuji-muji budaya Belanda (Barat) yang menerangi Kegelapan itu melalui Kolonialisme," tulis suami kritikus sastra feminis, Katrin Bandel, itu melalui akun facebooknya.
Dia menjelaskan, maksud menyudutkan budaya lokal itu dilakukan melalui "surat-surat" Kartini. Pihak Belanda tersebut, lanjut Saut, merupakan pemberi judul selain berperan menerbitkan buku "surat-surat" itu. "Dia jugak yang ngasih judulnya 'Habis Gelap Terbitlah Terang'," tulis penyair yang kerap mengkritisi Komunitas Utan Kayu (KUK) melalui Jurnal Bormi Poetra itu.
Saut menjelaskan, langkah Belanda tersebut merupakan taktik kolonial menyudutkan tradisi lokal di Nusantara. Akibatnya, bangsa Indonesia saat ini mengakui bahwa budaya Nusantara adalah kegelapan.
Setiap 21 April Indonesia memperingati Hari Kartini. Hari Tokoh emansipasi perempuan ini diambil dari hari kelahirannya. Dia dikenal sebagai pelopor kesetaraan bagi kaum hawa di Nusantara. (fre)
Baca Juga:
Penyair Saut Situmorang Diciduk Polisi
Biaya Pengurusan Jenazah Penyair Sitor Ditanggung Pemerintah