Satgasus OPN Bongkar Modus Baru Penghindaran Ekspor Produk Turunan Sawit, Potensi Kerugian Negara Mencapai Rp 140 Miliar
Kamis, 06 November 2025 -
MerahPutih.com - Satuan Tugas Khusus Optimalisasi Penerimaan Negara (Satgasus OPN) Polri bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) serta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, berhasil mengungkap modus baru penghindaran kewajiban ekspor produk turunan kelapa sawit.
Operasi gabungan tersebut menemukan dugaan pelanggaran ekspor pada 87 kontainer milik PT MMS, yang tercantum dalam tujuh dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Kegiatan ekspor itu diduga tidak sesuai dengan ketentuan bea keluar, pungutan ekspor, serta melanggar aturan larangan dan pembatasan (Lartas) ekspor.
Baca juga:
Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai, Selidiki Dugaan Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Kasus ini bermula dari hasil analisis awal Satgasus OPN Polri yang menemukan indikasi penyimpangan dalam ekspor produk turunan sawit. Temuan tersebut kemudian diteruskan ke DJBC untuk dilakukan pemeriksaan di lapangan.
Dari hasil pengembangan, jumlah kontainer yang terlibat meningkat dari 25 menjadi 87 kontainer. Dalam tujuh PEB, PT MMS melaporkan komoditas 'Fatty Matter' seberat 1.802,71 ton senilai Rp 28,79 miliar.
“Barang ini seharusnya tidak dikenakan bea keluar atau pungutan ekspor. Namun hasil uji laboratorium oleh DJBC dan IPB menunjukkan bahwa produk tersebut bukan Fatty Matter sebagaimana diatur dalam regulasi, sehingga berpotensi dikenai pungutan ekspor dan bea keluar,” kata Kepala Satgasus OPN Polri Herry Muryanto di Jakarta, Kamis (6/11).
Baca juga:
DJBC kini masih menelusuri klasifikasi barang serta memeriksa pihak-pihak terkait untuk memastikan adanya pelanggaran kepabeanan.
Hasil analisis DJP menemukan potensi kehilangan penerimaan negara sekitar Rp140 miliar akibat praktik underinvoice antara nilai ekspor dalam dokumen dan harga sebenarnya. Selama 2025, sebanyak 25 wajib pajak, termasuk PT MMS, melaporkan ekspor Fatty Matter senilai Rp2,08 triliun dan kini tengah dalam pemeriksaan bukti permulaan.
Selain itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) mencatat tagihan kurang bayar pungutan ekspor sebesar Rp 605 miliar untuk periode 2024–2025. Data Bea Cukai juga menunjukkan lonjakan ekspor Fatty Matter dari 19.383 ton pada 2022 menjadi 73.287 ton pada 2025.
Baca juga:
Indonesia Harapkan Amerika Kenakan Tarif Ekspor Minyak Sawit 0 Persen Seperti ke Malaysia
Wakil Kepala Satgasus Novel Baswedan mengungkap bahwa modus penghindaran pajak ini merupakan kelanjutan dari pola lama pelaporan ekspor limbah sawit (Palm Oil Mill Effluent atau POME) sejak 2021. Eksportir diduga menggunakan klasifikasi palsu dan faktur fiktif untuk menghindari pungutan negara.
Novel menyatakan pihaknya akan terus mendukung DJBC dan DJP dalam pendalaman kasus ini. Selain penegakan hukum, Polri juga merekomendasikan perbaikan tata kelola ekspor produk turunan sawit agar tidak dimanfaatkan untuk praktik ekonomi bayangan (shadow economy).
“Pengungkapan kasus ini menjadi contoh nyata sinergi antara Polri dan Kementerian Keuangan dalam melindungi penerimaan negara serta menjaga kedaulatan ekonomi nasional,” pungkas Novel. (Pon)