Revisi UU Kebiri KPK, Komitmen Jokowi Diragukan

Senin, 09 September 2019 - Wisnu Cipto

MerahPutih.com - Revisi Undang-Undang Nomor Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berpotensi mempreteli kekuatan lembaga anti rasuah dalam memberantas korupsi. Bahkan, revisi tersebut juga terkesan seperti skenario sistematis mengkebiri wewenang serta melemahkan KPK.

Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) STHI Jakarta, Raden Yudi Anton Rikmadani menjelaskan, pasal-pasal yang berpotensi mengkebiri KPK di antaranya mengenai izin penyadapan, maupun keberadaan dewan pengawas.

Baca Juga:

NU Ultimatum DPR untuk Hentikan Usulan Revisi UU KPK

“RUU KPK ini telah mengkebiri penegakkan hukum, khususnya tindak pidana korupsi. Itu bisa dilihat dari isi draf pasal-pasal yang direvisi soal penyadapan, izin dewan pengawas, termasuk kedudukan dewan pengawas itu juga perlu dipertanyakan,” kata Yudi dalam keterangannya, Jakarta, Senin (9/9).

Presiden Joko Widodo memaparkan sejumlah pencapaian dan rencana program kerja di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/8). (Foto Antara/Yudhi Mahatma)
Presiden Joko Widodo memaparkan sejumlah pencapaian dan rencana program kerja di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/8). (Foto Antara/Yudhi Mahatma)

Menurut Yudi, jika RUU ini disahkan DPR sebelum masa tugasnya berakhir, maka KPK kedepan seolah bekerja hanya menjalankan tugas administratif. Dan, secara berlahan membuat KPK hanya menjadi lembaga penegak hukum yang biasa-biasa saja. Akibatnya, lanjut dia, KPK bakal sangat sulit menembus dinding korupsi yang melibatkan orang-orang besar di Indonesia.

“Jika RUU ini ‘dipaksa’ disahkan, maka KPK hanya menjalankan adimintratif penegakkan hukum. Hal ini tidak sesuai dengan semangat pemberantasan tindak pidana korupsi yang dikatakan ekstra ordinary crime, dan telah menghilangkan semangat lahirnya KPK,” tuturnya.

Baca Juga:

Simbol Berduka, Wadah Pegawai Tutup Plang Nama KPK dengan Selubung Hitam

Oleh karena itu, tegas Yudi, LKBH STHI Jakarta meminta agar Presiden Jokowi bersikap dengan tidak mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada DPR. Tujuannya, agar proses pembahasan revisi tidak dapat dilaksanakan.

Yudi juga mengimbau Presiden hendaknya mendengarkan aspirasi publik yang menolak revisi tersebut karena melemahkan KPK. Presiden, kata dia, harus komit terhadap upaya memperkuat KPK. “Presiden harus mendegarkan masukan-masukan dari pihak-pihak yang konsern terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,” tutup dia. (Knu)

Baca Juga:

Jika Mau, Jokowi Bisa Tolak Revisi UU KPK

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Bagikan