Reku Bagikan Tips Memilih Investasi yang Aman dan Transparan
Rabu, 07 Februari 2024 -
MerahPutih.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, ada 1.218 investasi ilegal yang telah ditutup sejak 2017 hingga November 2023. Hal ini cukup menggambarkan betapa maraknya praktik investasi bodong di kalangan masyarakat.
Chief Compliance Officer (CCO) Reku, Robby menyebutkan, berbagai modus investasi bodong semakin berkembang mengincar masyarakat.
“Di antaranya menawarkan janji keuntungan berlipat ganda dengan modal minim dan dalam waktu yang singkat, serta mengatasnamakan penyedia layanan resmi untuk mengelabui masyarakat. Ini yang menyebabkan investor tergiur dengan iming-iming tersebut,” kata Robby.
Baca juga:
Kehadiran investasi bodong, kata Robby, tidak terjadi di aset kripto saja. Namun, juga terjadi di berbagai kelas aset lainnya. Jadi, masyarakat diimbau untuk lebih peka dengan kredibilitas platform penyedia investasi.
"Hindari memilih platform yang tidak berizin dan pastikan platform tersebut memiliki transparansi operasional. Bukan hanya mengenai legalitas, namun juga rutin melakukan audit dan terbuka dengan hasilnya. Karena keamanan masyarakat merupakan hal yang tidak bisa dikompromi,” lanjut Robby.
Melihat hal tersebut, Reku terus memprioritaskan keamanan pengguna dengan menyediakan keterbukaan informasi terkait operasional perusahaan. Upaya Reku dalam membangun transparansi ini juga dapat diakses pada Portal Transparansi.
Baca juga:
Tokocrypto dan POLRI Siap Tingkatkan Keamanan Industri Kripto
Melalui Portal Transparansi, Reku mengajak masyarakat untuk menginformasikan apabila menjumpai platform investasi bodong melalui fitur Forum.
“Mencegah investasi bodong membutuhkan peran dari seluruh pihak. Dalam hal ini, Reku mengajak masyarakat untuk bersama-sama menindaklanjuti oknum platform investasi tidak bertanggung jawab," ujar Robby.
Robby juga mengatakan, informasi dari masyarakat akan Reku sampaikan ke pemangku kepentingan, termasuk Asosiasi dan regulator.
Upaya Menjawab Tantangan Exchange Ilegal
“Salah satu alasannya karena masyarakat mengeluhkan tingginya tarif pajak yang dikenakan di exchange dalam negeri. Sehingga sebagian dari mereka memilih bertransaksi di exchange global dan berpotensi menyebabkan capital outflow," tutur Robby.
Namun, pelaku industri yang tergabung dalam Asosiasi serta regulator tentunya tidak ingin masyarakat terlibat risiko keamanan karena menggunakan platform tidak berizin. Maka dari itu, diperlukan pengetatan aksi dalam menindaklanjuti exchange ilegal serta tinjauan terhadap pengenaan pajak.
Hal itu diperlukan untuk mendorong masyarakat untuk bertransaksi di exchange yang terdaftar di Bappebti, sehingga keamanan masyarakat lebih terjaga dan volume transaksi yang terjadi di Indonesia pun bisa meningkat.
Reku bersama Aspakrindo-ABI juga terus aktif berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan di industri untuk mendukung penindaklanjutan exchange ilegal.
Selain menindak pedagang ilegal dan penyesuaian penerapan pajak, juga diperlukan perluasan ruang lingkup layanan investasi kripto. (*)
Baca juga:
Reku Gandeng Asosiasi Blockchain Indonesia untuk Literasi Aset Kripto