Reaksi PSI Usai MK Tolak Gugatan Kewajiban Verifikasi Partai Peserta Pemilu

Kamis, 25 November 2021 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan tiga partai politik nonparlemen soal kewajiban verifikasi peserta pemilu.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dea Tunggaesti menyampaikan kekecewaannya dengan putusan MK itu. Sebab, substansi gugatan partainya sangat rasional dan proporsional.

Baca Juga

Bamsoet Harap KPK Beri Masukan kepada Pengusaha Agar Terhindari dari Jeratan Korupsi

"Putusan MK ini jelas mengecewakan," kata Dea Tunggaesti dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis (25/11).

Dalam permohonannya, PSI meminta agar partai parlemen tidak perlu diverifikasi, partai nonparlemen atau yang tidak memiliki perwakilan di Senayan hanya perlu verifikasi administrasi, dan partai baru harus verifikasi administrasi dan faktual.

Menurut Dea, penting untuk diketahui bahwa ada tiga anggota majelis hakim MK yang mengajukan alasan berbeda dengan merujuk pada dissenting opinion dalam putusan MK No.55/PUU-XVIII/2020.

Menurut dia, dissenting opinion tersebut menjadi pertanda bahwa majelis hakim juga tidak seluruhnya sepakat tentang putusan tersebut. Ada sebagian yang menerima logika hukum yang diajukan oleh pemohon.

Tangkapan layar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat membacakan putusan MK No.55/PUU-XVIII/2020 di Jakarta, Rabu (24/11/2021). ANTARA/Muhammad Zulfikar
Tangkapan layar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat membacakan putusan MK No.55/PUU-XVIII/2020 di Jakarta, Rabu (24/11/2021). ANTARA/Muhammad Zulfikar

Bila mengikuti logika hukum yang rasional, sambung dia, tiga golongan partai politik yang berbeda satu sama lain tentu harus dikenakan perlakuan berbeda pula secara proporsional. Menyamakan perlakuan verifikasi yang sama tentu memunculkan ketidakadilan.

Baca Juga

Peras Polisi Ratusan Juta, Ketua LSM Antikorupsi Ancam Lapor ke Jokowi

Partai politik yang pernah mengikuti pemilu telah teruji karena dinyatakan lolos sebagai peserta dan diperbolehkan mengikuti kontestasi pemilihan umum. Oleh karena itu, pemberlakuan verifikasi administrasi dan faktual menjadi tidak relevan.

"Posisi partai politik yang pernah lolos verifikasi administrasi dan faktual tentu berbeda dengan parpol yang belum pernah mengikuti pemilu," ujarnya.

Untuk partai politik yang belum pernah mengikuti pemilu, kata dia, tentu memerlukan pembuktian kualifikasi sehingga wajar bila dicek persyaratannya melalui verifikasi administrasi dan faktual.

Sementara itu, partai politik yang sudah pernah mengikuti pemilu telah terbukti memenuhi persyaratan dan kualifikasi sebagai peserta sehingga seharusnya cukup verifikasi administrasi.

Sebelumnya, MK menolak gugatan tiga partai politik nonparlemen soal kewajiban verifikasi peserta pemilu. Gugatan tersebut diajukan PSI, Partai Berkarya, dan Partai Perindo.

MK menyatakan seluruh permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Mahkamah berpendapat persoalan serupa sudah pernah diuji pada tahun lalu dalam putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020.

Pada gugatan tersebut ketiga partai yang mengajukan gugatan menguji materi Pasal 173 ayat (1) Undang-Undang Pemilu. Ketiganya ingin ada perbedaan kewajiban verifikasi bagi partai politik. (*)

Baca Juga

Tutup Celah Korupsi, IMI Rangkul KPK Awasi Penyelenggaraan Formula E

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan