Pesantren di Cibiru Bandung Tempat 12 Santri Diperkosa Tidak Miliki Izin

Jumat, 10 Desember 2021 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bandung mengkliam telah menjalankan sejumlah langkah menangani kasus perkosaan di salah satu pondok pesantren di Kota Bandung. Saat ini, Kemenang RI telah mencabut izin pondok pesantren tersebut.

Kepala Kemenag Kota Bandung, Tedi Ahmad Junaedi menuturkan, sejak kasus ini terkuak Juni lalu, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Barat untuk meninjau ulang operasional lembaga pendidikan tempat HW, pelaku asusila mengajar.

Baca Juga:

12 Santri Diperkosa Guru, Walkot Bandung Perintahkan Pendampingan Ekstra

"Kalau lembaganya telah memastikan proses pencabutan izinnya. Karena yang berwenang mencabut izin yaitu Kemenag RI," ucap Tedi, Kamis, (9/12).

Tedi menuturkan, Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) yang diselenggarakan oleh yayasan pondok pesantren tersebut hanya mendapatkan izin untuk di Antapani. Sedangkan pesantren yang berlokasi di Cibiru berdiri tanpa izin Kemenag.

"Ketika lokasinya berbeda harus ada izin terpisah, yaitu izin cabang. Pelaku belum urus izin cabang di Cibiru, yang katanya boarding school. Sebelumnya kita tidak mengetahui pendirian cabang di Cibiru," ujarnya.

Ia mengatakan, selain mengajukan pembekuan lembaga, Tedi juga langsung bergerak cepat menangani keberlanjutan proses pendidikan para santriwati yang terdata di lembaga tersebut. Tujuannya agar bisa segera memindahkan ke lembaga pendidikan lain.

Kemenag telah memindahkan seluruh santri yang ada di lembaga pendidikan tersebut. Tercatat, total sebanyak 35 orang santri yang terdaftar dan semuanya difasilitasi.

"Keputusannya tetap itu tergantung kepada anak. Sebagian besar anak mau ke sekolah formal," terangnya.

Baca Juga:

Guru di Bandung Cabuli Belasan Santri sampai Hamil dan Melahirkan

Ia mengungkapkan, saat rapat dengan DP3A Jawa Barat dan Polda Jabar, Kemenag ikut melaksanakan pendampingan terhadap kasus tersebut secara proporsional.

"Kasus kriminalnya ditangani oleh Polda Jabar, psikologi anak oleh Dinas DP3A, dan Kemenag membina dan menangani kelembagaan serta kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut," jelasnya.

Kemenag memfasilitasi seluruh proses administrasi hingga anak dipastikan mendapat tempat di sekolah yang baru. Baik itu kembali ke pondok pesantren ataupun memilih pindah ke sekolah formal.

Tedi menegaskan, pihaknya tengah berkoordinasi bersama pihak kepolisian untuk bisa mengakses ke bangunan sekolah yang sudah disegel. Yakni untuk mengambil sejumlah kelengkapan administrasi peserta didik.

"Dari aduan orang tua, masih ada 16 anak yang belum punya ijazah setara paket B dan C. Padahal telah lulus sejak 2019 dan 2020 tapi belum diberikan," ujarnya. (Imanha / Jawa Barat)

Baca Juga:

Alasan Bunda FAD Jabar Tak Ekspos Kasus Pencabulan Guru dari Awal

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan