Pengamat Ungkap Dua Penumpang Gelap dalam Kemelut Omnibus Law

Selasa, 13 Oktober 2020 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menyebut, gelombang penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang dilakukan sejumlah elemen merupakan hal biasa di negara demokrasi.

Namun, dengan adanya tindakan anarkis pada saat demo UU Ciptaker, Karyono meminta agar gerakan tersebut perlu diurai secara jernih.

“Saya meyakini aksi buruh dan mahasiswa semangatnya murni memperjuangkan hak rakyat. Namun sulit dipungkiri aksi penolakan UU Cipta Kerja telah dimanfaatkan oleh pihak tertentu,” kata Karyono di Jakarta, Selasa (13/10)

Baca Juga

Sahkan Kertas Kosong UU Ciptaker, Buruh Siapkan Langkah Hukum

Sebagai pengamat politik yang sudah rajin melakukan kajian ilmiahnya, Karyono pun mengidentifikasi dua kelompok di dalam persoalan UU Cipta Kerja ini.

Pertama, kelompok partai politik yang menolak UU Cipta Kerja tentu berkepentingan untuk mengambil keuntungan (benefit) politik dengan cara mengkapitalisasi aksi penolakan untuk mendapatkan simpati publik.

"Tujuan akhirnya adalah meningkatkan dukungan suara pada pemilu yang akan datang. Hal ini wajar dalam konteks pertarungan politik elektoral,” paparnya.

Ribuan massa aksi yang menolak pengesahan Undang-undang Cipta Kerja rusuh saat menyampaikan aspirasinya di jalan M.H Thamrin, Jakarta, Kamis, (8/10/2020). Kerusuhan terjadi setelah massa aksi tidak terima dibubarkan pihak Kepolisian karena bertindah anarkistis. Puluhan personil Brimob POLRI dengan kendaraan taktis dan water canon mendorong mundur massa untuk membubarkan diri. Merahputih.com / Rizki Fitrianto
Ribuan massa aksi yang menolak pengesahan Undang-undang Cipta Kerja rusuh saat menyampaikan aspirasinya di jalan M.H Thamrin, Jakarta, Kamis, (8/10/2020). Kerusuhan terjadi setelah massa aksi tidak terima dibubarkan pihak Kepolisian karena bertindah anarkistis. Puluhan personil Brimob POLRI dengan kendaraan taktis dan water canon mendorong mundur massa untuk membubarkan diri. Merahputih.com / Rizki Fitrianto

Kedua, kata Karyono, adalah kelompok yang mencoba mengadu keberuntungan.

“Targetnya agar terjadi situasi chaos seperti peristiwa 1998. Sedangkan target minimalnya adalah memanfaatkan aksi untuk mendelegitimasi pemerintahan dan meningkatkan ketidakpuasan publik,” sambungnya.

Maka untuk menurunkan tensi gesekan politik dan sosial terkait dengan lahirnya UU Cipta Kerja ini, Karyono menganggap bahwa kedua belah pihak perlu melakukan dialog yang aktif untuk menyamakan perspektif.

“Maka kata kuncinya adalah musyawarah untuk mencapai mufakat. Mencari jalan keluar untuk mencapai kompromi,” tuturnya.

Tanpa melakukan dialog tersebut, Karyono tak yakin konflik ini akan mereda, karena baik pemerintah dan DPR dengan kelompok penolak UU Cipta Kerja akan saling adu kekuatan untuk menunjukkan sikap egoisnya masing-masing.

Baca Juga

Naskah UU Cipta Kerja: Ada Perubahan Signifikan di Klaster Ketenagakerjaan

“Jika tidak, maka yang terjadi pasti konflik. Konflik tersebut terjadi ketika seseorang atau kelompok mencoba memaksakan keinginannya satu terhadap yang lain,” tandasnya. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan