Dakwaan Terhadap Pengusaha Helmut Dinilai Tidak Sesuai Prinsip UU Cipta Kerja

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Senin, 15 Mei 2023
Dakwaan Terhadap Pengusaha Helmut Dinilai Tidak Sesuai Prinsip UU Cipta Kerja

Pengusaha Tambang HH. (Foto: Antara)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Makassar yang mendakwa Pengusaha Pertambangan Helmut Hermawan dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e, Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu.

Atas dugaan tersebut, JPU menilai Helmut melanggar Pasal 159 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Baca Juga:

MA Tolak PK, Pengusaha Helmut Tidak Terbukti Lakukan Melawan Hukum

Pakar Hukum Pertambangan, Ahmad Redi berpendapat bahwa entitas pemilik IUP/IUPK memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya adalah ranah hukum perdata, bukan pidana.

"Dalam konteks yang lebih sederhana, peraturan perundang-undangan kita sudah memberikan ruang yang cukup dinamis, berhukum secara lentur jadi jangan dikit-dikit pidana, dalam konteks UU Minerba. Misalnya, dalam konteks pasal 177 dan 178 UU Cipta Kerja, kalau ada permasalahan administratif, selesaikan dulu secara administratif," kata Ahmad Redi.

Ia mengingatkan ada social policy dalam konteks hukum pidana. Sebab, kata dia, social policy itu bicara mengenai social defense policy, ketika bicara mengenai social defense policy ada criminal policy yang tidak melulu pendekatan penal.

"Pendekatan penal itu penetapan hukum yang nestapa, tapi kemudian ada hukuman yang manusiawi dalam konteks keadilan sosial dan beradab dalam pancasila," katanya.

Sebab, lanjut ia. dalam hukum pidana pertambangan dalam perspektif UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja, tidak bicara tentang UU No. 3 tahun 2020 dan UU No. 4 tahun 2009, tentang pertambangan Minerba yang sangat berbasis pendekatan penal ketika pelanggaran administratif sudah benar benar terjadi.

"Bicara mengenai perspektif UU Cipta Kerja bahwa apabila ada pidana pertambangan, pengenaan sanksi admnistratif itu dianggap lebih memberikan keadilan dan kemanfaatan yang lebih besar bagi negara dibandingkan penggunaan sanksi pidana," ujarnya.

Kemudian, lanjutnya, UU Cipta Kerja memberikan ruang yang begitu besar untuk penggunaan asas ultimum remedium dan prinsip Una Via dalam pidana pertambangan.

"Terakhir sengketa dalam hubungan kontraktual berdimensi pidana, juga dapat diselesaikan melalui prinsip Una Via. Ini saya kira merupakan bagian dari upaya negara dalam konteks pidana bisa memberikan kepastian hukum yang adil tapi juga kemanfaatan dan keadilan hukum yang adil bagi bangsa dan negara Indonesia," jelasnya.

Redi menambahkan, spirit UU Cipta Kerja itu pertama dalah bahwa Cipta Kerja memberikan fungsi tidak hanya kepastian hukum, tidak hanya bicara mengenai normative benefit, tapi bagaimana social benefit, economic benefit termasuk juga enviroment benefit itu seimbang.

Artinya, tegas ia, tidak hanya dalam konteks pasal-pasal pidana bekerja secara membabibuta, tapi pasal pidana itu akan diuji apakah kemudian dalam konteks economic benefit dia memberikan kemanfaatan bagi negara, dalam konteks social benefit dia sudah memberikan keadilan sosial bagi masyarakat.

Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Eva Achjani menyatakan potensi abuse of power dalam perkara Helmut Hermawan cukup besar.

"Jangan sampai orang itu sudah terproses di BAP bolak balik gitu atau di interview bolak-balik tapi sebetulnya peristiwa pidananya tidak ada atau tidak terjadi. Jadi potensi abuse of powernya juga besar, kalau kita tidak melihat ultimum remedium itu sebagai sesuatu yang penting sebagai sesuatu yang istimewa dari konteks hukum pidana," kata Eva.

Menurutnya, dalam kaitannya dengan undang-undang pertambangan atau isu tentang pertambangan itu utamanya adalah kepada konteks perizinan. Eva pun menyebut bahwa dalam konteks pertambangan irisan keperdataannya itu sangat tinggi.

"Sebab dalam konteks kontrak kontrak karya pertambangan itu kadang-kadang kita lihat dalam isu misalnya, apakah ada perbuatan melawan hukum atau tidak? karena kalau kita mau menggunakan Pasal 378 KUHP itu menjadi tidak mudah.

"Karena kalau saya lihat dalam konteks perizinan inilah sebetulnya mekanisme pencegahan atau pengendalian dari pemerintah itu sudah ada. Nah kalau konteks perizinan ini yang menjadi isu, di bidang administratif, maka sanksi administratif ini menjadi sesuatu yang saya kira lebih tepat. karena memang pelanggaran atas perizinan otoritasnya ada pada pemerintah ada pada negara," ujarnya.

Selain itu, dalam konteks pemalsuan surat, hukum pidana itu punya sesuatu yang istimewa.

"Karena apa? Karena Hakim pidana yang bisa membuktikan satu surat itu palsu atau tidak. tetapi memang dalam kualitas surat yang seperti apa. Maka misalnya Perma Nomor 1 Tahun 56 ini sudah sangat klasik tapi sering sekali disebut, harus dibaca dalam ayat 1 dan ayat 2, kapan kemudian perdata didahulukan dan kapan kemudian bisa disandingkan sama-sama dengan pidana," katanya.

Ia menegaskan, pandangan mengenai sifat hukum pidana yang otonomus dibanding dengan bidang-bidang hukum lainnya yang menjadi pranata yang membentuk norma masyarakat karena sifatnya ini juga harus harus dilihat, harus diperhatikan oleh penegak hukum sehingga hati-hati di dalam menggunakan sarana hukum pidana.

"Maka pilihan-pilihan tindakan pemberian sanksi administratif, mungkin menjadi sesuatu mekanisme yang menurut saya lebih bermakna dibanding sanksi pidana," ujarnya dalam keterangannya. (*)

Baca Juga:

MAKI Sebut Sidang Pengusaha Tambang Helmut Secara Online Cacat Hukum

#Hukum #UU Cipta Kerja
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Akun X ‘Sahroni Berdikari’ Palsu, Partai NasDem Siap Ambil Langkah Hukum
Akun X Sahroni Berdikari disebut palsu dan suka menggiring opini. Partai NasDem pun siap mengambil langkah hukum.
Soffi Amira - Senin, 01 September 2025
Akun X ‘Sahroni Berdikari’ Palsu, Partai NasDem Siap Ambil Langkah Hukum
Indonesia
Demi Transparansi, Praktisi Hukum Desak Audit LMKN
Deolipa Yumara mendesak agar Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) segera diaudit demi transparansi.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 20 Agustus 2025
Demi Transparansi, Praktisi Hukum Desak Audit LMKN
Indonesia
Prabowo Beri Amnesti ke Gus Nur Terpidana UU ITE Terkait Ijazah Jokowi
Sugi Nur Raharja alias Gus Nur sempat membahas isu ijazah palsu Presiden ke-7 Jokowi dalam kanal YouTube GUS NUR 13 OFFICIAL.
Wisnu Cipto - Senin, 04 Agustus 2025
Prabowo Beri Amnesti ke Gus Nur Terpidana UU ITE Terkait Ijazah Jokowi
Indonesia
Pengaturan Penyidik di RUU KUHAP Bakal Timbulkan Masalah, Penyusunan Tergesa-gesa
Proses penyusunan RKUHAP yang dinilai terburu-buru dan minim pelibatan publik. Bahkan, pembahasan dilakukan secara tertutup dan tidak diketahui siapa penyusunnya.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 02 Agustus 2025
Pengaturan Penyidik di RUU KUHAP Bakal Timbulkan Masalah, Penyusunan Tergesa-gesa
Indonesia
KPK Paparkan Ada 17 Masalah di RUU KUHAP, Wamen Hukum: Sudah Diobrolkan
Permasalahan tersebut terkait ketidaksinkronan RUU KUHAP dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 31 Juli 2025
KPK Paparkan Ada 17 Masalah di RUU KUHAP, Wamen Hukum: Sudah Diobrolkan
Indonesia
DPR Sebut Peluang Mantan Marinir yang Jadi Tentara Rusia Kembali ke WNI sudah Tertutup
Permintaan Mantan Marinir yang Jadi Tentara Rusia untuk kembali ke Indonesia perlu dijawab secara hukum.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 22 Juli 2025
DPR Sebut Peluang Mantan Marinir yang Jadi Tentara Rusia Kembali ke WNI sudah Tertutup
Berita Foto
Raker Wamenkum dengan Komisi III DPR Bahas RUU Tentang Hukum Acara Pidana
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) menyampaikan paparan didampingi Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto (kanan) saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Didik Setiawan - Selasa, 08 Juli 2025
Raker Wamenkum dengan Komisi III DPR Bahas RUU Tentang Hukum Acara Pidana
Indonesia
Eks Hakim MK Tegaskan Alat Bukti Tak Sah Tidak Dapat Dipakai: Jadi Buah Pohon Beracun Cemari Peradilan
Maruarar Siahaan menyoroti legalitas alat bukti dalam proses hukum.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 19 Juni 2025
Eks Hakim MK Tegaskan Alat Bukti Tak Sah Tidak Dapat Dipakai: Jadi Buah Pohon Beracun Cemari Peradilan
Indonesia
Gaji Hakim Melonjak 280 Persen, DPR: Semoga Moral Makin Kuat Menolak Suap dan Intervensi
Kenaikan gaji hakim diharap dapat diikuti dengan peningkatan kualitas SDM serta pengawasan lebih ketat.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 13 Juni 2025
Gaji Hakim Melonjak 280 Persen, DPR: Semoga Moral Makin Kuat Menolak Suap dan Intervensi
Indonesia
Pembahsan RUU KUHAP, PDHPI Tolak Wacana Hakim Pemeriksa Pendahuluan di
Disebut tak sesuai dengan prinsip negara hukum modern.
Dwi Astarini - Kamis, 22 Mei 2025
Pembahsan RUU KUHAP, PDHPI Tolak Wacana Hakim Pemeriksa Pendahuluan di
Bagikan