Penambahan Masa Jabatan Presiden Dianggap Upaya Merusak Kaderisasi Kepemimpinan

Sabtu, 30 November 2019 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Wasekjen PPP Ade Irfan Pulungan mengaku tak setuju ada penambahan jabatan Presiden Republik Indonesia.

“Jadi, cukup dua periode saja,” ujar Ade Irfan Pulungan dalam sebuah diskusi MNC Trijaya di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (30/11).

Baca Juga:

Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Dianggap Kemunduran Demokrasi

Ade menyebut, tak bagus jika ada orang yang terlalu lama memimpin negara. Masih banyak anak muda di luar sana yang punya kemampuan mumpuni menjadi kepala negara.

Sejumlah prajurit TNI berbaris di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/10) untuk persiapan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden yang akan berlangsung pada Minggu (20/10). ANTARA FOTO/Aditya Putra
Sejumlah prajurit TNI berbaris di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/10) untuk persiapan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden yang akan berlangsung pada Minggu (20/10). (ANTARA FOTO/Aditya Putra)

“Jadi biarkan orang baru yang meneruskan, saya percaya ada orang yang mampu. Masa sih dari 250 juta rakyat Indonesia ini tidak ada,” katanya.

Ia menilai, polemik amendemen UUD 1945 menunjukkan masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menerima konsep pemilihan umum secara langsung. Ini dikarenakan banyak persoalan yang muncul.

“Saya melihat wacana (yang berkembang) hari ini menandakan kita tidak siap dengan konsep demokrasi yang kuat dan menyentuh rakyat,” kata Ade Irfan.

“Karena sistem demokrasi kita berbeda dengan sistem demokrasi di Barat yang mengedepankan sistem demokrasi tidak langsung,” sambungnya.

Baca Juga:

Penambahan Massa Jabatan Presiden Tengah Dibahas, Elite Politik Dianggap Main-main Mengurus Bangsa

Ade mengakui tensi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 kemarin sangat tinggi. Dia menilai, masyarakat lebih mengedepankan ego daripada kesatuan dan persatuan anak bangsa.

Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (kanan), di teras belakang Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/10). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/kye/17.
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (kanan), di teras belakang Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/10). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/kye/17.

“Ini yang harus kita perbaiki ke depan bagaimana hubungan (kebangsaan) yang bisa dijalankan dengan baik. Bahwa memilih pemimpin tidak hanya dengan modal besar, tapi bagaimana dapat menyejahterakan orang,” kata pria yang empat kali jadi caleg ini.

Sementara, terkait amendemen Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), ia sepakat hal tersebut dijalankan. Sehingga pembangunan antara pemerintah pusat dengan daerah dapat terkonsolidasi dengan baik.

“Amendemen GBHN ini justru urgent. Harus ada program menyeluruh dari pusat ke daerah tentang formula pembangunan negara ini,” ujar dia. (Knu)

Baca Juga:

Usulan PBNU Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Lewat MPR Masih Dikaji

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan