Penambahan Massa Jabatan Presiden Tengah Dibahas, Elite Politik Dianggap Main-main Mengurus Bangsa

Zulfikar SyZulfikar Sy - Sabtu, 30 November 2019
Penambahan Massa Jabatan Presiden Tengah Dibahas, Elite Politik Dianggap Main-main Mengurus Bangsa

Diskusi MNC Trijaya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/11). (Foto: MP/Kanugrahan)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih.com - Wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode dalam amendemen terbatas UUD 1945 secara mengejutkan muncul ke publik. Argumentasi mengenai isu itu pun dipertanyakan oleh sejumlah pihak.

Guru Besar Hukum Tata Negara IPDN Juanda menyatakan, wacana amendemen UUD 1945 itu hanya terfokus pada soal penambahan periode masa jabatan presiden. Sehingga, dia mempertanyakan apakah wacana tersebut muncul lantaran adanya tendensius partai politik.

Baca Juga:

Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Dianggap Kemunduran Demokrasi

Dengan begitu, Juanda meminta kepada seluruh anggota parlemen agar tidak bermain-main dengan isu tersebut. Pasalnya, jabatan presiden cukup dua periode.

"Saya kira kalau ini bermain-main dalam mengurus negara," ucap Juanda saat diskusi MNC Trijaya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/11).

Diskusi MNC Trijaya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/11). (Foto: MP/Kanugrahan)
Diskusi MNC Trijaya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/11). (Foto: MP/Kanugrahan)

Jika argumentasi penambahan periode untuk perbaikan, Juanda berpandangan wacana tersebut bukanlah satu-satunya solusi konkret.

"Kalau mau urus negara dengan waktu tepat bisa saja 7-8 tahun 1 periode. Atau memang tidak usah otak-atik tinggal atur dan menej yang kurang tepat," tutup Juanda.

Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Nasir Djamil mengatakan, fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak wacana masa jabatan presiden tiga periode dan presiden dipilih oleh MPR dalam amendemen UUD 1945.

"Kami tegas mengatakan menolak wacana memperpanjang kekuasaan 3 periode. Begitu juga dengan mengembalikan pemilihan presiden dan wakil presiden ke MPR," kata Nasir.

Baca Juga:

Usulan PBNU Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Lewat MPR Masih Dikaji

Alasan menolak masa jabatan presiden tiga periode, kata Nasir, karena kekuasaan harus diawasi dan dibatasi sesuai alam demokrasi. Adapun alasan menolak pemilihan presiden dikembalikan ke MPR karena akan merusak sistem presidensial.

Presiden Jokowi bersama Ibu Negara saat mencoblos pada Pilgub DKI 2017. (MP/Dery Ridwansah)
Presiden Jokowi bersama Ibu Negara saat mencoblos pada Pilgub DKI 2017. (MP/Dery Ridwansah)

Menurut Nasir, sebagian orang kerap menyalahkan biaya politik yang tinggi dan berpotensi meretakkan hubungan bangsa. Seharusnya, kata dia, yang perlu dilakukan adalah mencari titik lemah dari pemilihan yang sudah dipraktekan selama ini.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Ade Irfan Pulungan menilai kedua usulan belum mendesak untuk dibahas dalam amendemen UUD 1945.

"Pilpres kembali MPR, saya rasa itu belum urgent. Masa jabatan tiga periode belum urgent," kata Irfan di acara yang sama. (Knu)

Baca Juga:

Masa Jabatan Presiden Ditambah, Pengamat: Kembali ke Otoriter, Matilah Kita

Bagikan
Ditulis Oleh

Zulfikar Sy

Tukang sihir
Bagikan