Pemerintah Diminta Taati Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
Senin, 30 Maret 2020 -
Merahputih.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, karantina yang diterapkan di wilayah yang belum menetapkan status darurat justru berpotensi melanggar hak warganya.
"UU Karantina Kesehatan mensyaratkan adanya penetapan status 'kedaruratan kesehatan masyarakat' dari Presiden. Sebelum status itu ditetapkan, perlu aturan tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sebelum ada tindakan tertentu, seperti karantina," ujar YLBHI dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (30/3).
Baca Juga
Pemerintah Siapkan PP Karantina Wilayah, DPR: Seharunya Antisipasi Dampak Tidak Baik
Saat ini, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Karantina Wilayah memang masih digodok. Sehingga, yang berlaku saat ini adalah Keppres tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.
"Dalam UU Kekarantinaan Kesehatan juga ada syarat aturan (PP) tentang Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan pengaturan lebih lanjut tentang karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, serta pembatasan sosial skala besar," tulisnya.

Aturan-aturan tersebut, menurut YLBHI, bukan hanya bersifat birokratis saja, tetapi juga menjamin kehidupan rakyat saat karantina wilayah diberlakukan.
Sehingga, jika aturan yang menjadi payung hukum karantina wilayah belum dibuat, tindakan membubarkan kerumunan massa bisa jadi merupakan perbuatan melawan hukum.
YLBHI menekankan jika pemberlakuan situasi darurat dan karantina secara diam-diam bisa membahayakan hajat hidup rakyat, khususnya masyarakat menengah ke bawah dan rentan.
Baca Juga
Untuk bisa memberlakukan karantina dan situasi darurat, pemerintah harus bisa memastikan kebutuhan pangan dan lainnya.
"Hak untuk dipenuhi pangan dan kebutuhan lainnya selama masa darurat menjadi tidak ada tetapi mereka justru dikriminalkan karena tidak mengikuti status darurat, yang sebenarnya belum ada," pungkasnya. (Knu)