Pemenuhan Hak ODGJ dan ODMK di Sistem Hukum di Indonesia

Senin, 12 Desember 2022 - Ikhsan Aryo Digdo

DATA dari berbagai belahan dunia menunjukan bahwa sekitar 1 dari 5 orang yang menjalani proses hukum sebenarnya mengalami kesehatan jiwa yang tidak baik. Mereka memiliki status Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) atau Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK).

Seseorang yang mengalami masalah kejiwaan, berpotensi untuk menghambat pemenuhan hak-hak mereka dalam berpartisipasi penuh dan mendapatkan keadilan, sehingga kondisi kejiwaan memengaruhi tindakan hukum yang diberikan.

Baca Juga:

Kasus ODGJ Tinggi, Pemkot Bogor Minta Lahan ke Pemprov Jabar

Hal tersebut pun tercatat di Pasal 39 KUHP 2022 yang berbunyi "Setiap orang yang pada waktu melakukan Tindakan Pidana menyandang-disabilitas mental yang dalam keadaan kekambuhan akut dan disertai gambaran psikotik dan/atau disabilitas intelektual derajat sedang atau berat tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan."

Seorang yang memiliki masalah kejiwaan berpotensi untuk mengahambap pemenuhan hak. (Foto: freepik/racool_studio)

"Tapi pemaknaan dari pasal ini, harus dilihat sebagai sesuatu yang tidak bisa digeneralisasi. Di (beberapa) kondisi seseorang, itu memang dipertimbangkan pada keputusan akhir pengadilan, tetapi tidak kemudian serta merta pasti tidak dihukum," ungkap Fajri Nursyamsi SH, MH. Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) pada diskusi media secara daring beberapa waktu lalu.

Fajri pun menambahkan secara prinsip pasal tersebut bersifat kasus per kasus dan berlaku untuk orang per orang, sehingga pembuktian berdasarkan pemeriksaan personal bukan hanya dugaan. "Jadi tidak kemudian berkorelasi selalu ketika ada dugaan kondisi kejiwaan dan juga pasien rumah sakit jiwa misalkan, dia kemudian tidak dapat dihukum."

Baca Juga:

Cegah Bakteri Resistensi Pada Luka Pasca Operasi

Pemeriksaan personal tersebut bertujuan untuk menilai kemampuan apakah tersangka dapat bertanggung jawab dan memastikan hambatan apa saja yang dialami dengan kondisi disabilitasnya itu. "Jadi ODGJ rentan kehilangan haknya untuk memberikan keterangan di pengadilan karena dianggap tidak cakap," ungkap Dr. dr. Natalia Widiasih, SpKJ (K), MPd.Ked, Kepala Divisi Psikiatri Forensik Dept.Psikiatri FKUI-RSCM.

KBAP bertujuan untuk memenuhi hal para penyandag ODGJ dimata hukum. (Foto: merahputih.com/Nabila)

Tim penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia meluncurkan pedoman Kemampuan Berpikir Analisis Psikomediologeal (KBAP) dan modul pelatihannya. Pedoman tersebut merupakan sebuah inovasi untuk membantu para psikiater yang melakukan pemeriksaan psikiatri forensik menjadi lebih efektif dan efisien.

“Harapannya dengan panduan ini, psikiater tidak takut lagi untuk membantu ODGJ atau ODMK untuk bisa mendapatkan gambaran yang objektif dan berkualitas terkait kasus-kasus hukum,” tambahnya.

KBAP juga merupakan panduan yang dapat membantu tercapainya Pemeriksaan Kecakapan Mental yang Berkualitas, sebagai salah satu cara untuk memenuhi hak ODGJ/ODMK dalam sistem hukum di Indonesia. (nbl)

Baca Juga:

Tangani Luka Terbuka Sesegera Mungkin

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan