Pemenuhan Hak ODGJ dan ODMK di Sistem Hukum di Indonesia
Sekitar 1 dari 5 orang yang menjalani hukum mengalami kesehatan jiwa yang tidak baik - freepik_jcomp
DATA dari berbagai belahan dunia menunjukan bahwa sekitar 1 dari 5 orang yang menjalani proses hukum sebenarnya mengalami kesehatan jiwa yang tidak baik. Mereka memiliki status Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) atau Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK).
Seseorang yang mengalami masalah kejiwaan, berpotensi untuk menghambat pemenuhan hak-hak mereka dalam berpartisipasi penuh dan mendapatkan keadilan, sehingga kondisi kejiwaan memengaruhi tindakan hukum yang diberikan.
Baca Juga:
Kasus ODGJ Tinggi, Pemkot Bogor Minta Lahan ke Pemprov Jabar
Hal tersebut pun tercatat di Pasal 39 KUHP 2022 yang berbunyi "Setiap orang yang pada waktu melakukan Tindakan Pidana menyandang-disabilitas mental yang dalam keadaan kekambuhan akut dan disertai gambaran psikotik dan/atau disabilitas intelektual derajat sedang atau berat tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan."
"Tapi pemaknaan dari pasal ini, harus dilihat sebagai sesuatu yang tidak bisa digeneralisasi. Di (beberapa) kondisi seseorang, itu memang dipertimbangkan pada keputusan akhir pengadilan, tetapi tidak kemudian serta merta pasti tidak dihukum," ungkap Fajri Nursyamsi SH, MH. Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) pada diskusi media secara daring beberapa waktu lalu.
Fajri pun menambahkan secara prinsip pasal tersebut bersifat kasus per kasus dan berlaku untuk orang per orang, sehingga pembuktian berdasarkan pemeriksaan personal bukan hanya dugaan. "Jadi tidak kemudian berkorelasi selalu ketika ada dugaan kondisi kejiwaan dan juga pasien rumah sakit jiwa misalkan, dia kemudian tidak dapat dihukum."
Baca Juga:
Pemeriksaan personal tersebut bertujuan untuk menilai kemampuan apakah tersangka dapat bertanggung jawab dan memastikan hambatan apa saja yang dialami dengan kondisi disabilitasnya itu. "Jadi ODGJ rentan kehilangan haknya untuk memberikan keterangan di pengadilan karena dianggap tidak cakap," ungkap Dr. dr. Natalia Widiasih, SpKJ (K), MPd.Ked, Kepala Divisi Psikiatri Forensik Dept.Psikiatri FKUI-RSCM.
Tim penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia meluncurkan pedoman Kemampuan Berpikir Analisis Psikomediologeal (KBAP) dan modul pelatihannya. Pedoman tersebut merupakan sebuah inovasi untuk membantu para psikiater yang melakukan pemeriksaan psikiatri forensik menjadi lebih efektif dan efisien.
“Harapannya dengan panduan ini, psikiater tidak takut lagi untuk membantu ODGJ atau ODMK untuk bisa mendapatkan gambaran yang objektif dan berkualitas terkait kasus-kasus hukum,” tambahnya.
KBAP juga merupakan panduan yang dapat membantu tercapainya Pemeriksaan Kecakapan Mental yang Berkualitas, sebagai salah satu cara untuk memenuhi hak ODGJ/ODMK dalam sistem hukum di Indonesia. (nbl)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Raphael Varane Ngaku Alami Depresi saat Masih di Real Madrid, Paling Parah setelah Piala Dunia 2018!
SDM Dokter belum Terpenuhi, Kemenkes Tunda Serahkan RS Kardiologi Emirate ke Pemkot Solo
Program Pemutihan BPJS Kesehatan Berlangsung di 2025, ini Cara Ikut dan Tahapannya
Prodia Hadirkan PCMC sebagai Layanan Multiomics Berbasis Mass Spectrometry
Senang Ada Temuan Kasus Tb, Wamenkes: Bisa Langsung Diobati
Momen Garda Medika Hadirkan Fitur Express Discharge Permudah Layanan Rawat Jalan
Cak Imin Imbau Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Daftar Ulang Biar Bisa Diputihkan
23 Juta Tunggakan Peserta BPJS Kesehatan Dihapuskan, Ini Syarat Penerimanya
Trik Dokter Jaga Imun: Vitamin, Hidrasi & Tidur Lawan Penyakit Cuaca Ekstrem
Kejar Target, Cek Kesehatan Gratis Bakal Datangi Kantor dan Komunitas