Pekerjaan Rumah Kerap Menjadi 'Pekerjaan Sekolah' Saat Ngilmu di Negeri Aing

Minggu, 04 Juli 2021 - Raden Yusuf Nayamenggala

SEBELUM pandemi COVID-19 melanda dan sekolah tatap muka masih terselenggara, pagi hari tepatnya pukul 06.00 WIB seorang siswa sudah tiba di sekolah, padahal bel tanda masuk sekolah masih 1 jam lagi.

Saat tiba di gerbang sekolah, siswa tersebut pun langsung berlari menuju kelas. Gerakan langkah kaki begitu cepat terdorong adanya Pekerjaan Rumah alias PR belum dikerjakan, karena hari itu juga harus dikumpulkan.

Baca Juga:

Kuliah Sambil Jadi Relawan Bisa Kok

Mengerjakan pekerjaan rumah di sekolah merupakan sebuah 'fenomena' unik di Negeri Aing (Foto: Pixabay/freelancergrafiker)

Sesampai di kelas, siswa tersebut tanpa basa basi langsung menaruh tas di meja dan mengeluarkan buku serta alat tulis. Matanya langsung tertuju pada sudut kelas lokasi para siswa lain berkerumun mengerjakan si 'pekerjaan rumah' tersebut serombongan.

Lantas saja siswa tersebut langsung menuju ke pusat 'contekan' pekerjaan rumah untuk diubah menjadi 'pekerjaan sekolah'. Dari sekian banyak siswa mencontek atau mengerjakan pekerjaan rumah disekolah, ada berbagai tipe.

Pertama, 'si gercep nyari contekan'. Siswa tipe seperti ini biasanya tanpa memperhitungkan salah atau benarnya jawaban, baginya terpenting 'pekerjaan rumahnya' cepat terselesaikan. Biar mendapat jawaban dari berbagai sumber alias 'campur-campur' tak masalah asal cepat beres.

Tipe kedua 'si nyantai'. Siswa kategori ini, biasanya tidak buru-buru dalam mencari contekan, namun hal itu bukan tanpa alasan. Biasanya siswa tipe ini sudah ada 'kuncian' alias teman sudah pasti memberikan contekan pekerjaan rumah jaminan nilai bagus di detik-detik menjelang jam masuk sekolah.

Baca Juga:

Meja Sekolah Jadi Arena Psywar Anak Pagi Versus Siang

Ada berbagai tipe siswa yang mengerjakan PR di sekolah (Foto: Pixabay/14995841)

Tipe selanjutnya 'si otak bisnis'. Biasanya siswa ini datang lebih pagi agar lebih cepat mengerjakan 'pekerjaan rumahnya' di sekolah. Karena, bila PR miliknya sudah selesai dengan cepat, bisa menawarkan jasa joki PR pada temannya, dengan imbalan jajan gratis pada jam istirahat atau hadiah lainnya.

Tipe keempat, 'si nyari temen'. Dalam hal ini 'nyari temen' dalam arti malas untuk mengerjakan PR apabila ada siswa lain tidak mengerjakan PR juga. Dengan harapan bila mendapat hukuman guru jadi tidak sendirian, alias ada 'temannya'.

Tapi, di tengah banyaknya para siswa mengerjakan PR di sekolah, ada beberapa siswa menjadi 'Cepu' alias tukang ngadu. Gerak-geriknya tidak terlihat, tapi diam-diam mencatat nama-nama siswa mengerjakan PR di sekolah. Pada saatnya PR dikumpukkan pada guru, ia pun mengadu dan memberikan nama-nama mengerjakan PR di sekolah kepada guru.

Biasanya para 'Cepu' sangat tidak disukai di kelas bahkan sampai dimusuhi banyak siswa. Hal itu karena sikapnya dinilai cari muka, tidak solid, dan tidak kompak. Padahal, apapun alasannya, mengerjakan PR di sekolah merupakan tindakan tidak dibenarkan. Namanya juga 'Pekerjaan Rumah', masa dikerjain disekolah!

Baca juga:

Bolos Sekolah Belum Tentu Anak Salah

belajar
Ada beberapa manfaat dari pekerjaan rumah (Foto: Unsplash/Jerry Wang)

Dikutip dari jurnal bertajuk Pekerjaan Rumah Sebagai Pemberdayaan Pendidikan karya Muhammad Nur Wangid dari Universitas Negeri Yogyakarta, pekerjaan rumah merupakan tugas diberikan guru untuk dikerjakan di luar jam sekolah sebagai bagian dari proses belajar.

Pekerjaan rumah menjadi suatu strategi pembelajaran, lantaran bisa memicu siswa mengulang kembali belajar atau menambah beban pelajaran nan tak bisa dilakukan di sekolah. Lagi pula siswa bisa belajar strategi mengatur waktu bermain dan belajar.

Hal tersebut lantaran pekerjaan rumah bisa memperpanjang waktu diperlukan dalam kegiatan akademis. Dengan adanya pekerjaan rumah, maka memberikan kepada siswa untuk mempraktikan dan belajar materi pelajaran tanpa batasan waktu dan tempat.

Pekerjaan rumah juga bisa menjadi suatu instrumen pendidikan, untuk menembus dinding sekolah, bahkan masuk lingkungan fisik serta keluarga setiap siswa. Dalam hal ini guru, orangtua, dan siswa menjadi kunci pelaksanaan terselenggaranya pekerjaan rumah atau kerap disebut Trylogy Homework.

Baca Juga:

Tips Membuat Suasana Harmonis di Rumah Saat PPKM

belajar
Pekerjaan rumah bertujuan untuk menjalin komunikasi guru, anak, dan orangtua. (Foto: Unsplash/Avel Chuklanov)

Tujuan pemberian pekerjaan rumah bisa dikategorikan menjadi tiga, seperti dikutip dari buku karya Van Voorhis bertajuk Reflecting on the Homework Ritual: Assignments and Designs.

Pertama, intruksional. Tujuan pemberian pekerjaan rumah pada siswa bersifat instruksional, merupakan tujuan paling familiar bagi para guru. Tujuan itu untuk latihan, persiapan untuk pertemuan berikutnya, peningkatan partisipasi dalam belajar, pengembangan pribadi, dan sebagainya

Tujuan kedua, komunikatif. Tujuan bersifat komunikatif sebenarnya sangat penting, hanya saja kurang begitu disadari para guru.

Hal ini lantaran pada dasarnya pekerjaan rumah bisa memacu komunikasi antara para siswa, keluarga, dan guru. Hal tersebut terlihat dalam bentuk tugas dirancang untuk mendorong komunikasi guru dan orangtua, hubungan anak dengan orang tua, hingga anak dengan teman sekelompoknya.

Baca Juga:

Dampak Hoaks Terhadap Psikologis Seseorang

buku
Pekerjaan rumah memberi sinyal pada orang tua dan masyarakat. (Foto: Unsplash/Debby Hudson)

Tujuan ketiga, Politis. Pekerjaan rumah sejatinya bisa berfungsi secara politis, bila hal itu dilakukan untuk memenuhi suatu kebijakan atau kepuasan masyarakat.

Pekerjaan rumah memberi sinyal pada orang tua dan masyarakat, bahwa sekolah memiliki standar akademik ketat, serta harapan-harapan tentang kinerja siswa.

Hal tersebut ditunjukan dengan beberapa sekolah secara jelas menyatakan sekolah memiliki kebijakan, terkait dengan pemberian pekerjaan rumah. Seperti halnya frekuensi, lama pengerjaan, prosedur, hingga peran orang tua dalam proses penyelesaian pekerjaan rumah.

Di samping itu, pekerjaan rumah bisa dikategorikan sebagai bernuansa politis, bila pekerjaan rumah dimaksudkan sebagai 'hukuman'. Meski para pendidik telah lama menolak pemberian pekerjaan rumah dimaksudkan sebagai hukuman.

Baca Juga:

Libur Kenaikan Kelas Tiba, di Rumah Saja ya

anak
Sebagain orang tua dan siswa memandang pekerjaan rumah sebagai hukuman. (Foto: Unsplash/Jason Sung)

Sejumlah siswa dan orang tua masih melihat atau memahami pekerjaan rumah sebagai hukuman, dengan beberapa alalasan, seperti memakan waktu lama dan kurang dikomunikasikan. Padahal, guru bermaksud memberikan pekerjaan rumah untuk memberikan pengalaman positif.

Agar mudah dan rajin mengerjakan pekerjaan rumah. Ada sejumlah tips bisa dilakukan para siswa. Antara lain memperhatikan perintah guru selama pelajaran terkait pekerjaan rumah, mengamati cara mengerjakan tugas dan bertanya bila belum jelas, dan mempraktikkan sebagian tugas serta bertanya jika perlu.

Selain itu, pentingnya juga untuk mencatat tugas pekerjaan rumah dan batas waktu, mempersiapkan bahan diperlukan, menunjukkan perencanaan, bertanya bila masih ada hal belum jelas, bawa pulang tugas dan menunjukan pada orang tua, meminta pekerjan rumah dan meminta bantuan orang tua, tugas dibawa ke sekolah dan tunjukan pada guru, mengecek nilai, kesalahan, dan bertanya bila perlu. (Ryn)

Baca juga:

PPDB Daring Meminimalisasi 'Bangku Kosong' Negeri Aing

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan