Pekan Kebudayaan Nasional 2023, Lumbung sebagai Kekuatan Pendorong Kerja Budaya
Kamis, 19 Oktober 2023 -
DITJENBUD akan menggelar Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2023 pada 20-29 Oktober 2023. Meski hanya berlangsung seminggu, PKN sedianya sudah dimulai sejak Juli tahun ini. PKN terbagi dalam tiga fase: Rawat, Panen, dan Berbagi.
Fase Rawat berlangsung sejak Juni 2023, lalu fase Panen dimulai sejak Agusts 2023, dan fase Bagi digelar pada akhir Oktober 2023.
Pada fase Rawat, kegiatannya antara lain residensi dan penelitian seniman di berbagai wilayah Indonesia. Berlanjut pada fase Panen yang berisi kerja dan praktik pengumpulan, dokumentasi, dan pengarsipan.
Fase Bagi akan menampilkan hasil kerja dan praktik seni-budaya selama dua fase sebelumnya. Seluruh fase melibatkan partisipasi warga untuk berkarya bersama seniman dan budayawan dalam metode kerja yang disebut lumbung.
PKN kali ini mengambil tagar #IndonesiaMelumbunguntukMelambung dan terdiri dari beberapa Kuratorial seperti Jejaring, Rimpang; Laku Hidup; Gerakan Kalcer untuk Jenama Berdaya; Rantai Bunyi; Berliterasi Alam & Budaya; Pendidikan Berkebudayaan; Temujalar; dan Sedekah Bumi Project.
Menurut Sesditjen Drs. Fitra Arda, lumbung bukanlah tema, melainkan cara kerja atau metode.
Baca juga:
Pidato Kebudayaan DKJ 2022, Pentingnya 'Lumbung' Bagi Kesenian

Dalam budaya tradisional Indonesia, setiap kerja adalah kerja sama. Tiap individu saling berbagi, bergotong royong, dan mengelola sumber daya bersama.
Arda mengatakan, "Lumbung dapat dimaknai sebagai wadah kolektif, saat semua sumber daya yang dimiliki oleh setiap kolektif atau kelompok maupun individu disimpan dan dikelola bersama," ujarnya dalam sesi Media Tour di Galeri Nasional, Jakarta, 19 Oktober 2023.
"Lumbung ini menjadi kekuatan pendorong utama dan mendasari kerja kolaborasi untuk memaknai serta mengelola sumber daya, baik yang berwujud uang, ruang dan peralatan, arsip, maupun yang tidak berwujud seperti ide, program, pengetahuan, tenaga, waktu, dan lainnya," tambahnya.
Dalam gelaran tahun ini PKN mengusung konsep "Ruang Tamu" untuk menampilkan hasil kerja dan praktik dari fase Rawat dan Panen.
"Ruang Tamu" adalah tempat berkumpulnya siapa saja. Layaknya ruang tamu di rumah, tempat terjadinya sosialisasi dan tegur sapa hangat.
Di sini terjadi interaksi antarpelaku dan pegiat budaya, komunitas, dan seluruh masyarakat, yang mungkin menciptakan kolaborasi dan aksi kolektif pada masa depan.
Baca juga:
Program Imajitari International Dance Film Festival 2018 Diakhiri dengan Malam Penghargaan

"Dengan kosep ruang tamu ini. Jadinya, karya seni yang mengunjungi masyarakat. Kebalikannya dari museum di mana harus mengundang masyarakat dulu," kata Ade Darmawan, kurator Temu Jalar.
Ruang Tamu-Ruang Tamu ini akan tersebar di sekitar Jakarta dan total berjumlah 40 titik, empat diantaranya berada di Galeri Nasional Indonesia, Museum Kebangkitan Nasional, PT Produksi Film Negara, dan Mbloc Space.
Josh Marcy, kurator Laku Hidup, menjelaskan bahwa bahwa seni yang dipamerkan tidak hanya karya seni dalam bentuk barang, tetapi ada juga yang intangible (tak benda) seperti hasil pendidikan kebudayaan.
"Karya seni yang dipamerkan tidak hanya berupa barang dan benda, tetapi kami juga akan memamerkan seni dari segi pendidikan kebudayaan. Nanti kita akan buka kelas tari untuk publik yang dapat melibatkan anak anak khususnya anak difabel untuk belajar tari dengan teman temannya. Nanti pada waktu sore menjelang malam, akan kami pentaskan bersama dengan mitra-mitra kami," tutupnya.
Seluruh acara ini bersifat gratis, jadi kamu tidak perlu mengeluarkan uang untuk eksplorasi dan merasakan berbagai kekayaan budaya dan seni dari seluruh Indonesia. (aqb)
Baca juga: