Pidato Kebudayaan DKJ 2022, Pentingnya 'Lumbung' Bagi Kesenian


Pidato kebudayaan kali ini dibacakan oleh Ade Darmawan. (Foto: Merahputih.com: Febrian Adi)
SISA air hujan masih menggenang di aspal hitam. Jakarta sore hingga malam itu baru saja diguyur hujan deras dan dihampiri badai. Namun, itu tak menyurutkan antusiasme masyarakat menghadiri Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta (10/11).
Pidato ini saban digelar tiap 10 November. Angka ini merupakan tradisi para pekerja seni untuk menyambut hari jadi TIM. Setelah dua kali digelar secara daring, tahun ini Pidato Kebudayaan kembali diselenggarakan secara luring di Gedung Graha Bhakti Budaya.
Masyarakat sudah berkumpul sejak sore. Mereka mulai memasuki gedung secara tertib sejak pukul 19.00 WIB. Pidato Kebudayaan kali ini dibacakan oleh pelaku seni Ade Darmawan yang mengangkat tema tentang lumbung kesenian dengan tajuk Berakar dan Menjalar: Lumbung sebagai Model Ekonomi dan Estetika Organisasi Seni.
“Walaupun sempat ada badai tadi tiba-tiba, tapi juga ini mencerminkan kerinduan setelah dua tahun tidak ada acara tatap muka untuk Pidato Kebudayaan ini. Dan ini merupakan achievement untuk DKJ karena bisa mendatangkan seorang yang sebel dengan pidato kebudayaan untuk berpidato tahun ini,” ucap Hikmat Darmawan, Wakil Ketua DKJ, memberi sambutan sebelum Pidato Kebudayaan.
Baca juga: Program Imajitari International Dance Film Festival 2018 Diakhiri dengan Malam Penghargaan

Setelah sambutan tersebut, dari kanan panggung datanglah pria tinggi tegap, berkacamata, dan berambut panjang yang memutih.
“Malam ini saya akan berbagi pengalaman pikiran dan pandangan, serta memberikan tawaran yang mayoritas muncul karena pergulatan saya dengan pengalaman tersebut. Pengalaman saya sebagian besar berkutat di dalam dunia seni rupa. Namun, saya kira cerita-cerita ini juga relevan untuk bidang seni lainnya,” ujar Ade Darmawan, membuka pidato.
Dalam pidatonya, Ade menjelaskan bahwa sumber daya kesenian Indonesia tidak terbatas hanya pada dana, tetapi juga modal sosial, jaringan sosial, kearifan lokal, sampai pengetahuan tradisional. Namun, sumber daya ini belum sepenuhnya disadari sebagai potensi untuk mengelola kelompok seni secara berkelanjutan.
Ade terinspirasi dari lumbung tempat menyimpan hasil pertanian. Dia mengibaratkan 'Lumbung Kesenian' sebagai sistem mengelola kelompok masyarakat secara egaliter. Sumber daya yang dimiliki masing-masing anggota kelompok dikumpulkan dan dikelola bersama secara adil.
Istilah lumbung pernah dipaparkan Melani Budianta pada Pidato Kebudayaan DKJ 2020. Bagi Ade, sistem lumbung dekat dengan tradisi orang Indonesia dan sesuai dengan konteks lokal. Sistem ini pun sebenarnya sudah dipraktikkan masyarakat seni sejak dulu.

Sebagai wujud nyata memperkenalkan lumbung kesenian, Ade berupaya menerapkannya dalam prinsip kerja Documenta Fifteen di Jerman, sebuah festival seni yang melibatkan lebih dari 1.500 seniman dari puluhan negara.
Ade menuturkan, prinsip kerja ini sempat menimbulkan benturan di antara para seniman, terlebih Documenta telah mapan. Namun, prinsip lumbung dinilai dapat membawa perspektif baru pengelolaan seni.
"Semoga, perjalanan panjang menghidupkan kembali tradisi lumbung, dapat menjadi bagian dari pencarian model hidup bersama yang lebih setara dan adil dalam konteks dunia hari ini,” tutup Ade.
Kemudian pidato ditutup oleh penampilan Oom Leo 'Berkaraoke' bersama Ardhito Pramono. Penonton sontak ikut berdendang, membuat malam itu jadi lebih hangat. (far)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Menilik Pertunjukan Musikal Petualangan Sherina 2025 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta

Garin Nugroho Kirim Pesan untuk Presiden Prabowo lewat 'Balas Budi untuk Rakyat'

Aksi Pertunjukan Musikal Bertajuk Moonboy & His Starguide The Musical

TIMFest Kembali Digelar untuk Rayakan Ekosistem Seni di Jakarta

Antusias Warga Berburu Buku dalam Gelaran Pesta Literasi Indonesia 2024

Mengintip Pameran Sastra Jakarta 2024 di Galeri HB Jassin, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta

Melihat Pameran Seni Desain Bertajuk Harmonisasi di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta

Melihat Pementasan Teater Bertajuk "Matahari Papua" di Taman Ismail Marzuki

Jelang Pementasan Teater bertajuk Matahari Papua: Saatnya Merdeka dari Naga

TIM Art Fest Digelar 30 Mei - 1 Juni 2024
