Pedagang Tahu-Tempe DIY Terpaksa Siasati Harga Kedelai Meroket
Jumat, 25 Februari 2022 -
MerahPutih.com - Harga kedelai di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih tinggi. Hal itu membuat perajin tahu tempe terkena imbas.
Perajin tempe dan tahu di DIY terpaksa putar otak menyiasati harga kedelai yang meroket. Para perajin memilih mengecilkan ukuran tahu tempe ketimbang menaikkan harga.
Salah satu perajin tempe di Yogyakarta Mukhamad Ridloi menjelaskan, langkah ini ditempuh agar konsumen tidak lari.
Baca Juga:
Perajin Tempe Jakarta Mogok, PDIP DKI Tuntut Pemerintah Subsidi Kedelai
“Tujuannya supaya harga tempe tidak naik, jadi ukurannya yang dikurangi. Jadi lebih kecil, lebih ringan. Kalau naik (harga) konsumen sering gak jadi beli,” kata dia di Yogyakarta, Jumat (25/2).
Ia menuturkan, harga kedelai terus naik sejak Januari 2022. Semula harganya Rp 9.000 per kilogram. Kini mencapai lebih dari Rp 11.000 per kilogram.
Ridloi mengeluh kenaikan ini cukup tinggi usai kenaikan harga kedelai sebelum pandemi.
"Beberapa tahun lalu juga sempat terjadi hal yang sama. Ada kenaikan harga kedelai dari Rp 7.000 per kilogram menjadi Rp 9.000 per kilogram. Sekarang naik lagi,” katanya.
Ia biasa menggunakan kedelai 500 gram untuk membuat satu papan tempe. Namun, kini ia terpaksa mengurangi jumlah menjadi 400 gram. Ukuran tempe menyusut sekitar 30 persen.
Dalam sehari, Ridloi mengatakan, mengolah sekitar 150 kg kedelai menjadi tempe yang dipasarkan di dua pasar besar Kota Yogyakarta, yaitu Giwangan dan Beringharjo.
Baca Juga:
Harga Kedelai Mahal, Produsen Tahu Tempe Minta Bulog Campur Tangan
Ridloi juga mengeluh sulitnya mendapatkan stok kedelai di pasar tradisional. Walau begitu,ia belum berencana mogok produksi. Menurutnya langkah mogok tidak menyelesaikan masalah dan tidak mampu menurunkan harga kedelai.
Meskipun demikian, ia pun berharap agar pemerintah bisa melakukan intervensi untuk menurunkan harga kedelai sehingga tidak memberatkan produsen dan konsumen.
“Dari informasi yang beredar, harga kedelai dimungkinkan terus naik bisa sampai Rp 15.000 per kilogram pada Mei,” katanya.
Jika dugaan tersebut benar, Ridlo berencana stop produksi sementara waktu hingga harga kembali stabil.
Muclar, salah seorang perajin tahu dan tempe lainnya terpaksa mengurangi jumlah produksi tempe untuk menyiasati kenaikan harga kedelai.
Dalam sehari , Muclar biasa memproduksi 200 kg tempe dan tahu dalam kemasan yang siap diedarkan ke pasar tradisional. Namun kini, ia mengurangi jumlah menjadi 150 kg.
Ia juga mengeluhkan permintaan tempe menurun sejak adanya kenaikan harga kedelai.
Pasalnya ia menjelaskan, pembelinya sebagian besar pedagang gorengan. Para pedagang memilih tidak menjual sementara waktu.
"Dalam kondisi minyak goreng langka seperti saat ini juga berpengaruh pada penjualan tempe karena biasanya yang membeli dalam jumlah banyak adalah pedagang gorengan. Tetapi banyak pedagang yang libur karena minyak goreng langka. Penjualan tempe berkurang,” katanya. (Patricia Vicka/Yogyakarta)
Baca Juga:
Ketua DPRD DKI Minta Anies Pantau Kenaikan Harga Kedelai