Pansus KTR DKI Cabut Larangan Merokok 200 Meter dari Tempat Pendidikan dan Area Anak

Rabu, 22 Oktober 2025 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD DKI Jakarta melakukan peninjauan ulang terhadap ketentuan zonasi penjualan rokok dan implementasi kawasan tanpa rokok di sejumlah tempat hiburan malam.

Ketua Pansus KTR DPRD DKI Jakarta, Farah Savira, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengevaluasi ketentuan terkait perluasan pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

Dalam diskusi terakhir, ketentuan larangan radius 200 meter tersebut disepakati untuk ditiadakan. Hal ini didasari pertimbangan bahwa pasar tradisional dan tempat umum lainnya termasuk dalam kategori pengecualian tempat yang diperbolehkan menjual rokok.

“Ketentuan itu sudah dihapus, karena masuk dalam kategori tempat umum yang dikecualikan diperbolehkan menjual. Jadi sekarang sudah boleh,” ujar Farah, Rabu (22/10).

Baca juga:

Bea dan Cukai Solo Musnahkan 12 Juta Rokok dan Alkohol Ilegal, Rugikan Negara Rp 12 Miliar

Pelonggaran Penjualan dan Aturan Merokok di Tempat Hiburan

Pansus juga mengundang Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) untuk mendapatkan masukan langsung mengenai rancangan regulasi tersebut. Farah menjelaskan bahwa secara umum, pengusaha hiburan seperti kafe, bar, dan diskotek menyetujui Raperda KTR, namun mereka mengharapkan adanya kelonggaran bagi pengunjung yang memiliki kebiasaan merokok.

Para pelaku usaha meminta pengecualian agar aktivitas merokok tetap diizinkan di dalam tempat hiburan malam. Namun, Pansus memutuskan bahwa tempat hiburan malam tetap termasuk dalam Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

"Bukan berarti tidak boleh sama sekali, tapi mereka diwajibkan menyediakan tempat khusus merokok. Jadi tetap bisa, tapi hanya di area yang disediakan,” jelasnya.

Penyediaan ruang merokok tersebut lebih diprioritaskan di area terbuka (outdoor), bukan di dalam ruangan (indoor smoking). Prioritas ini diambil untuk menjaga kesehatan dan kualitas udara, serta menghindari potensi kecacatan hukum.

“Kami mengutamakan ruang terbuka, bukan indoor smoking. Karena di PP Nomor 28 Tahun 2024 tidak ada ketentuan yang mengatur ruang merokok di dalam ruangan. Jadi kalau indoor smoking diterapkan, itu justru bisa menimbulkan kecacatan hukum,” ungkapnya.

Baca juga:

PSI Usul Pelelangan Ikan Masuk Kawasan Tanpa Rokok

Meskipun demikian, ia membuka kemungkinan bahwa pengaturan teknis lebih lanjut mengenai ruang merokok dapat diatur melalui Peraturan Gubernur (Pergub). Pergub juga berpotensi mengatur detail teknis ruang merokok indoor maupun pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan KTR.

Terkait kekhawatiran berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor hiburan malam yang mencapai Rp45 miliar, Farah optimistis penerapan KTR tidak akan berdampak drastis. Ia menyebut, sebagian besar tempat hiburan tidak menjadikan rokok sebagai pemasukan utama, melainkan dari makanan, minuman, atau alkohol.

“Pansus ini kan perpanjangan dari Bapemperda. Jadi kami berharap semua aspirasi sudah disampaikan di sini supaya saat dibahas di Bapemperda tidak perlu diulang dari awal,” pungkas Farah.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan