Mengenali Karakter Pasangan Sebelum Menikah Bantu Cegah KDRT
Rabu, 12 Oktober 2022 -
KASUS Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia cenderung meningkat tiap tahun. Mayoritas kasus KDRT menimpa istri. Penyebabnya beragam, mulai dari hubungan kuasa yang timpang antara lelaki dan perempuan, struktur sosial, desakan ekonomi, sampai tekanan psikologis.
Kasus KDRT teranyar yang menjadi perhatian masyarakat adalah dugaan KDRT Rizky Billar terhadap Lesti Kejora, istrinya.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
UU KDRT berlaku bagi setiap orang dan tidak membedakan jenis kelamin. Meski secara statistik KDRT didominasi kekerasan terhadap istri atau perempuan, UU ini juga mengakomodasi kekerasan terhadap suami. UU ini menganut asas kesetaraan gender. Setiap korban KDRT berhak melapor kepada petugas berwenang.
Baca juga:
Mengikis Pengalaman Traumatis KDRT pada Anak

UU KDRT dianggap telah membawa kemajuan berupa terbentuknya struktur aparatur penegak hukum atau masyarakat sipil yang secara khusus dibentuk untuk menangani kasus KDRT. Tapi karena angka kasus KDRT cenderung meningkat, pencegahan KDRT pun dinilai sama pentingnya.
Beberapa cara untuk mencegah KDRT adalah memahami karakter diri, mengembangkan kematangan emosional, dan mengenali pasangan sebelum menikah. "Penting bagi calon pengantin mengetahui secara umum bagaimana hubungan pasangan dengan keluarganya dan bagaimana mereka berinteraksi dalam keluarga," kata Anggiastri Hanantyasari Utami, psikolog klinis dari Universitas Gadjah Mada, seperti dikutip Antara (11/10).
Mengetahui cara interaksi pasangan dengan keluarga berkaitan dengan bagaimana seseorang belajar mengenali cara mereka menyelesaikan masalah. Entah dengan cara yang baik atau melibatkan agresivitas baik verbal maupun fisik.
Anggiastri menambahkan, calon pasangan suami istri perlu untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang berpotensi memunculkan masalah dalam rumah tangga dan bagaimana mereka akan mengatasinya di kemudian hari.
"Seperti masalah finansial, keromantisan dalam rumah tangga, pengasuhan, dan lain-lain," kata Anggiastri.
Baca juga:
Ingin Menguasai Pasangan, Penyebab Umum KDRT

Sejak awal, calon pengantin harus secara tegas menentukan batasan toleransi ketika mereka menghadapi konflik. Sejak awal, misalnya, katakan secara tegas bahwa perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga adalah hal fatal yang tak dapat diterima dalam pernikahan.
Di sisi lain, setiap calon pengantin juga perlu untuk memahami dan menyiapkan dirinya terlebih dahulu di mana individu mampu memahami karakter diri, peka pada kebutuhan-kebutuhan diri, mengembangkan kematangan emosional dan mampu memberdayakan diri.
Sementara itu, Annisa Prasetyo Ningrum, psikolog klinis dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa KDRT umumnya tidak terjadi secara tiba-tiba. KDRT dipicu oleh berbagai sebab.
Maka, penting bagi calon pasangan suami istri untuk mengidentifikasi situasi atau hal yang berpotensi menjadi sumber konflik dalam rumah tangga, mulai dari kondisi keluarga, karakter, perbedaan sudut pandang hingga masalah finansial.
"Identifikasi situasi yang berpotensi jadi sumber konflik agar bisa menentukan langkah preventif dan hal-hal yang berpotensi konflik tersebut tidak sampai berujung kekerasan," kata anggota Ikatan Psikologi Klinis Jawa Barat, seperti dikutip Antara.
Konseling pranikah dapat dilakukan oleh calon mempelai agar bisa mendapat arahan profesional dalam menentukan langkah preventif.
Selain itu, penting juga untuk membekali diri dengan literasi mengenai UU yang mengatur tentang KDRT agar masing-masing pihak lebih sadar dengan konsekuensi kekerasan di mata hukum.
"Hal ini diharapkan dapat memotivasi calon pasutri untuk berupaya agar tidak sampai menjadi pelaku atau korban KDRT," kata Annisa. (dru)
Baca juga: