Mayoritas Publik Tolak Pindah Ibu Kota, Bahkan Pendukung Jokowi
Selasa, 03 September 2019 -
MerahPutih.com - Lembaga Survei Median melakukan penelitian terkait respons masyarakat Indonesia dalam menerima atau tidaknya wacana pemerintah Indonesia untuk memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan Timur.
Hasilnya, mayoritas responden atau sekitar 45,3 persen tak setuju jika ibu kota dipindahkan, sedangkan hanya sekitar 40,7 persen saja yang setuju ibu kota tak lagi di Jakarta.
Baca Juga:
Fadli Zon Minta Pemerintah Adakan Referendum Terkait Pemindahan Ibu Kota
Direktur Median Rico Marbun mengatakan, pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur banyak ditolak warga Pulau Jawa. Setidaknya, 51,4 persen tak setuju dengan rencana pemindahan ibu kota ini.

"Sementara, masyarakat luar Jawa sebesar 56 persen mengaku setuju," jelas Rico di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/9).
Menurut Rico, dari temuan lembaganya hampir semua lapisan umur tak senang jika ibu kota pindah dari Jakarta. Dan yang paling getol menolak datang dari kalangan millennial.
"Kaum milenial dari rentang usia 20-39 tahun mayoritas sekitar 51 persen tak setuju. Hanya 20-an persen saja yang setuju," ungkap Rico.
Salah satu alasannya adalah penduduk di usia muda sudah nyaman dan bisa bekerja dengan baik di Jakarta. "Jadi pemindahan ibu kota ini bertentangan dengan semangat kaum muda untuk bekerja," ungkap Rico.
Namun, mayoritas responden usia lanjut mengaku setuju ibu kota pindah. "Lalu di kalangan usia 60 tahun ke atas, sekitar 68 persen yang setuju," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Rico juga mengungkap fakta mencengangkan dari hasil surveinya. Mayoritas pemilih Jokowi-Ma'ruf di Pemilu lalu mengaku tak setuju. Yakni 44 berbanding 42 persen.
"Pemilih pasangan Prabowo-Sandi juga mayoritas tak setuju. Yakni 46 persen," ungkap Rico.
Baca Juga:
Lagi, Fadli Zon Tegaskan Pemindahan Ibu Kota Tak Ada Urgensinya
Rico melihat, beberapa alasan responden tak setuju dengan pemindahan ibu kota antara lain responden melihat pemerintah perlu menyelesaikan masalah ekonomi dan pengangguran.
Kemudian ada alasan lain seperti pengeluaran uang yang besar, merusak lingkungan, kinerja yang kurang baik, biaya hidup di Kaltim mahal, terlalu jauh hingga khawatir Kalimantan bakal semerawut layaknya Jakarta.
"Ada juga responden yang menginginkan agar Jokowi menyelesaikan masalah Papua," jelas Rico.
Survei ini melibatkan 1.000 responden pada 26-30 Agustus dengan margin of error mencapai 3,09 persen. Tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
"Sampel dibagi secara proposional dan menggunakan multistage random sampling," tutup Rico. (Knu)
Baca Juga: