KPK Tetapkan Bekas Kepala Badan Informasi dan Geospasial Tersangka Korupsi CSRT

Rabu, 20 Januari 2021 - Angga Yudha Pratama

MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada pada Badan Informasi dan Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun Anggaran 2015.

Adapun dua tersangka tersebut yakni Kepala BIG 2014-2016 Priyadi Kardono dan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun 2013-2015 Muchamad Muchlis.

Baca Juga

KPK dan Timnas Pencegahan Korupsi Dorong Peningkatan Capaian Aksi

"KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/1).

Lili mengatakan, kedua tersangka diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan CSRT pada BIG bekerjasama dengan LAPAN Tahun 2015.

Gedung KPK. (Antara/Benardy Ferdiansyah)
Gedung KPK. (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Lili mengatakan, kasus ini bermula pada 2015, saat BIG bekerjasama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT. KPK kemudkan meningkatkan status penanganan perkara ini sejak September 2020.

"Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, PRK (Priyadi Kardono) dan MUM (Muchlis) diduga telah bersepakat untuk melakukan rekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh Pemerintah," ujar Lili.

Menurut Lili, keduanya telah melalukan beberapa kali pertemuan dengan pihak tertentu dan perusahaan calon rekanan sebelum proyek tersebut berjalan. Adapun perusahan rekanan yang ditentukan menerima proyek tersebut yakni PT AIP (Ametis Indogeo Prakarsa) dan PT BP (Bhumi Prasaja).

Baca Juga

Pemerintah Bisa Gunakan Peta Mobilitas Warga dan Persebaran COVID-19 Bikinan Akademisi UI

Untuk proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka di duga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses Quality Control (QC).

"Diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar sejumlah Rp 179,1 miliar," ujar Lili. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan