Ketua MPR: Potensi Krisis Ekonomi Indonesia Bisa Lebih Parah Dibanding 98

Selasa, 07 April 2020 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Ketua Majelis Permusyawarakatan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo meminta semua pihak mewaspadai akibat dari COVID-19 dampak ekonomi berpotensi lebih parah dibanding krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 dan 2008-2009.

Menurut politisi Partai Golkar ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus secara hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan ekonomi.

Baca Juga

World Bank-IMF Ramal Ekonomi Indonesia Tumbuh Positif Saat Pagebluk COVID-19

"Mengingat kebijakan ekonomi tersebut tidak hanya untuk penanggulangan bencana COVID-19 saja tetapi juga terhadap dunia usaha yang akhir-akhir ini harus mengurangi aktivitasnya sebagai akibat dari menjalankan perintah dalam melakukan physical distancing dan berdiam di rumah," jelas Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (7/4).

Bamsoet menjelaskan, pemerintah perlu menyiapkan strategi dalam menyikapi dampak ekonomi yang disebabkan oleh virus corona. Karena, dampak yang ditimbulkan sangat luas termasuk keselamatan jiwa.

"Oleh karena itu, pemerintah juga harus menyiapkan dana untuk pengadaan stok kebutuhan pokok dan pangan, selain dana untuk kesehatan," terang Bamsoet.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

Ia menambahkan, masyarakat juga perlu uberhemat dan tidak melakukan pengeluaran yang berlebihan.

"Warga harus mewaspadai krisis yang ditimbulkan oleh COVID-19 belum diketahui dan diprediksi secara valid kapan akan berakhir," tutup Bamsoet.

Sri Mulyani mengatakan bahwa krisis yang diakibatkan virus corona saat ini jauh lebih kompleks dibanding krisis 1997-1998 dan 2008-2009.

"COVID-19 jauh lebih kompleks dari 1997 dan 1998 yang mengalami situasi krisis. Ini karena penyebabnya belum bisa ditahan," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja virtual bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (6/4).

Menurut Menkeu, sumber utama krisis global saat ini belum bisa di atasi karena masih dibutuhkan banyak pengujian. Bahkan, di Tiongkok kembali bermunculan kasus baru di saat Negeri Panda tersebut hampir berhasil mengendalikan penambahan kasus sepenuhnya.

Di sisi lain, penyebab krisis kali ini dinilai mengancam jiwa manusia. Sedangkan krisis 22 tahun lalu, pada tahun 1997-1998, penyebab krisis dapat ditahan dengan baik.

Baca Juga

Sentuh Level Tertinggi, Harga Emas Makin Mendekati Rp1 Juta Per Gram

"Dulu saat krisis keuangan 2008 jelas penyebabnya lembaga keuangan dan korporasi. Sehingga, kalau sudah declare bankruptcy, beberapa kerugian sudah dihitung dan langsung muncul anchor," ucap dia.

Sementara itu, pada krisis saat ini tidak ada jangkar yang mampu menahan krisis. "Tidak ada yang tau kapan corona ini berhenti. Apa saat mencapai puncaknya justru jadi mengerikan atau berhenti dan jadi lebih baik," kata dia. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan