Kejagung Diminta Perhatikan Penilaian Dewan Pers soal Pemberitaan Negatif Jak TV
Rabu, 23 April 2025 -
MerahPutih.com - LBH Pers, AJI Jakarta, dan ICJR bereaksi keras atas penggunaan delik perintangan penyidikan yang tidak tepat dan berpotensi menimbulkan praktik kriminalisasi terhadap jurnalis, perusahaan Media dan masyarakat sipil.
LBH Pers, AJI Jakarta, dan ICJR mendukung segala upaya pemberantasan korupsi yang menggerogoti bangsa Indonesia. Namun upaya penegakan hukum harus dilakukan secara profesional, proporsional, dan menghormati hak asasi manusia termasuk kebebasan berpendapat dan kemerdekaan pers.
Apalagi, pelabelan karya jurnalistik berupa kritik dan kontrol sosial sebagai “konten yang dinilai sebagai pemberitaan negatif” oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) merupakan tindakan melebihi kewenangan yang mengancam kemerdekaan pers.
"Pemberitaan yang diproduksi dan dipublikasikan melalui saluran apapun, termasuk tidak terbatas pada media sosial perusahaan media Jak TV, merupakan bagian dari proses kerja jurnalistik yang dijamin konstitusi dan bukan merupakan tindak pidana," kata Direktur LBH Pers Mustafa dalam keterangannya, Rabu (23/4).
Baca juga:
Direktur Pemberitaan JAK TV Jadi Tersangka, Iwakum Ingatkan Mekanisme Kerja Pers
Mustafa menyatakan, tindak pidana obstruction of justice atau perintangan proses hukum seharusnya dipahami sebagai perbuatan spesifik yang bertujuan memaksa atau mencegah penyidik untuk tidak menjalankan tugasnya.
Dengan demikian, harus terdapat hubungan langsung antara tindakan spesifik tersebut dengan terhambatnya pelaksanaan tugas penyidikan.
"Kami juga menyerukan perbaikan pengaturan soal ini dalam Pasal 21 UU Tipikor dan Pasal 281 dalam KUHP 2023 yang akan berlaku pada Januari 2026," ujar Mustafa.
Sementara itu, Ketua Aji Jakarta, Irsyan Hasyim, meminta Kejagung menghormati ketentuan Undang-Undang Pers dengan menempuh upaya penyelesaian sengketa pemberitaan melalui mekanisme hak jawab atau terlebih dahulu melakukan pengaduan pada Dewan Pers untuk menilai substansi konten pemberitaannya.
Baca juga:
Kasus Dugaan Korupsi Direktur Jak TV, Dewan Pers dan Kejagung Sepakat Tak Saling Ganggu
Irsyan menyebutkan, Kejaksaan tidak berada pada kapasitas untuk melakukan pelabelan terhadap pemberitaan. Ini sesuai nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejaksaan Republik Indonesia Nota Kesepahaman NOMOR : 01 /DP/MoU/II/2019 NOMOR : KEP.040/A/JA/02/2019.
"Sehingga, menyematkan label 'Pemberitaan Negatif' tanpa terdapatnya penilaian substansi dari Dewan Pers merupakan tindakan yang tanpa kewenangan," kata Irsyan.
Irsyan mendesak Kejagung melakukan penegakan hukum secara profesional, tanpa memberikan catatan pada perlindungan pers dengan melakukan penilaian terhadap karya jurnalistik.
Ia juga meyakini proses hukum harus menghormati kemerdekaan pers sebagai salah satu sarana publik untuk berkomunikasi, mengembangkan pendapat dan memperoleh informasi yang sah dan bukan merupakan suatu tindak pidana.
Baca juga:
Direktur Pemberitaan JAK TV Jadi Tersangka Korupsi, PWI: Kejagung Tak Punya Kewenangan
"Kejaksaan Agung telah keliru mengkategorikan kritik melalui berita sebagai bentuk tindak pidana obstruction of justice. Karya Jurnalistik dan produksi karya hasil riset dan survei merupakan aktivitas akademis yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi," ujar Irsyan.
Oleh sebab itu, LBH Pers, AJI Jakarta dan ICJR mendesak Kejagung untuk melakukan koordinasi langsung dengan Dewan Pers perihal seluruh konten publikasi yang dijadikan sebagai alat bukti.
"Mendorong Dewan Pers agar melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran kode etik jurnalistik pada kasus Direktur Pemberitaan Jak TV. Serta mengambil tindakan tegas apabila terbukti terjadi pelanggaran etik berupa penyalahgunaan profesi atau menerima suap," ujar Peneliti ICJR, Iqbal M. Nurfahmi.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaedi Saibih (JS) selaku advokat, dan Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan Jak TV. Ketiganya diduga melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (obstruction of justice). (Pon)