IPW Nilai Kasus Dugaan Hoaks Sumbangan Rp 2 Triliun Jadi Polemik Polda Sumsel
Rabu, 04 Agustus 2021 -
Merahputih.com - Polemik sumbangan Rp 2 triliun dari Keluarga Almarhum Akidi Tio kepada Polda Sumatera Selatan dinilai mencoreng wajah Polri. Hal itu tidak akan terjadi jika jajaran Polri memiliki komitmen menerapkan dan memegang teguh prinsip Presisi (prediktif, responsibilitas, transparansi, berkeadilan) yang menjadi jargon Korps Bhayangkara.
"Kasus pemberian sumbangan Rp 2 triliun menjadi polemik internal Polda Sumsel dan menghebohkan masyarakat karena tidak menjalankan komitmen Kapolri Listyo Sigit terkait Polri yang presisi," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan, Rabu (4/8).
Baca Juga
Pelapor Dugaan Penipuan Terhadap Anak Akidi Tio Cabut Laporannya di Polda Metro
Sikap prediktif yang maknanya kemampuan memperkirakan dan mengukur potensi masalah dan apa yang akan terjadi di masa depan berdasarkan fenomena kekinian. Hal itu adalah suatu komitmen yang patut dipuji dalam mewujudkan tupoksi Polri sebagai Bhayangkara Negara.
"Karena itu sikap prediktif membutuhkan personel Polri yang profesional, personel yang ahli dalam bidangnya, bersikap etis serta taat aturan, mentaati segala kode etik, perintah kapolri, dan aturan-aturan hukum lainnya," ungkap Sugeng.
Sugeng menyampaikan, permasalahan sumbangan yang diduga gagal cair itu tidak perlu terjadi kalau Polda Sumsel memastikan lebih dulu dana bantuannya apakah sudah ada di rekening penampungan sumbangan atau belum.
Setelah itu baru kemudian mengundang tamu-tamu undangan untuk merilis, mempublikasikan dengan foto-foto bersama pemberi sumbangan. "Memastikan adanya dana dan menahan diri tidak merilis dulu pada publik adalah sikap prediktif," katanya.

Menurut Sugeng, perlu dicermati juga apakah Polda Sumsel memiliki kewenangan menerima sumbangan COVID-19 tersebut untuk diserahkan pada masyarakat. Sebab, tupoksi Polri adalah memelihara ketertiban masyatakat, menegakkan hukum, melayani dan mengayomi masyarakat.
"Dalam menjalankan tupoksinya tersebut segala pembiayaan ditanggung oleh APBN. Apakah memang ada praktik biasa Polri menerima sumbangan dari pengusaha?" ucapnya.
Sugeng menuturkan, berdasarkan keterangan PPATK, pejabat yang termasuk dalam kategori Politically Expose Persons (PEPs), orang dengan fungsi publik yang menonjol, termasuk Kapolda Sumsel, sangat sensitif dan berisiko besar pada kemungkinan aksi suap atau gratifikasi.
"Polda Sumsel tidak memiliki tupoksi menerima sumbangan," katanya.
Baca Juga
Kasus Anak Akidi Tio di Polda Metro Tak Berhubungan dengan Sumbangan Rp 2 Triliun
Sebab itu, tambah Sugeng, sikap profesional anggota Polri adalah termasuk pada pilihan bersikap etis dan taat aturan.
Sikap profesional ini diwujudkan dengan pemahaman aturan soal apakah Kapolda Sumsel atau Polda Sumsel berhak menerima sumbangan, dan juga profesional dengan sikap menahan diri sebelum ada kejelasan dana bantuan itu ada.
Sugeng menegaskan, pemeriksan terhadap pemberi sumbangan sebagai upaya penegakan hukum harus dihentikan dan ditarik kewenangannya oleh Mabes Polri. Bila diteruskan akan terjadi proses penegakkan hukum yang tidak adil dan transparan sesuai komitmen Kapolri. (Knu)