Ilmuwan Peneliti Material Baru Terima Hadiah Nobel Kimia, Temuannya Dapat Bantu Selamatkan Planet
Jumat, 10 Oktober 2025 -
MERAHPUTIH.COM — TIGA ilmuwan peneliti dalam pengembangan kerangka logam-organik (metal-organic frameworks/MOFs) diganjar Hadiah Nobel Kimia 2025. Susumu Kitagawa, Richard Robson, dan Omar M Yaghi ialah tiga ilmuwan yang menerima Hadiah Nobel Kimia untuk penelitian ketiganya dalam bidang MOFs. Penemuan mereka berpotensi mengatasi beberapa masalah terbesar di planet ini, termasuk menangkap karbon dioksida untuk membantu mengatasi perubahan iklim dan mengurangi polusi plastik melalui pendekatan kimia.
“Saya merasa sangat terhormat dan senang sekali, terima kasih banyak,” ujar Kitagawa melalui sambungan telepon saat konferensi pers setelah menerima kabar tersebut, dikutip BBC.
Kitagawa bekerja di Universitas Kyoto, Jepang, Robson berkiprah di Universitas Melbourne, Australia, dan Yaghi bekerja di Universitas California, Amerika Serikat. Ketiganya akan berbagi hadiah sebesar 11 juta krona Swedia (sekitar Rp 16,1 miliar).
Karya mereka berfokus pada cara membangun struktur dari molekul atau yang disebut metal-organic frameworks (MOFs). Komite Nobel menyebut mereka sebagai ‘arsitektur molekuler’. Ketiganya menemukan cara untuk menciptakan konstruksi dengan ruang-ruang besar di antara molekul. Hal itu memungkinkan gas dan bahan kimia lain mengalir melaluinya. Ruang ini dapat digunakan untuk menangkap dan menyimpan bahan kimia berbahaya, termasuk karbon dioksida di atmosfer dan bahan kimia abadi (PFAS).
Penelitian tentang struktur ini dimulai secara terpisah sejak 1970-an dan 1980-an. Robson bahkan pernah meminta universitasnya melubangi meja laboratorium agar bola-bola kayu (sebagai representasi atom) bisa dihubungkan dengan batang kayu (sebagai ikatan kimia).
Baca juga:
Tiga Ilmuwan Raih Hadiah Nobel Fisika, Berjasa dalam Komputasi Kuantum
Meski penggunaan MOF masih terbatas pada skala kecil, beberapa perusahaan mulai meneliti kemungkinan produksi massal. Salah satu penerapan potensialnya yakni menguraikan gas berbahaya, termasuk yang digunakan dalam senjata nuklir. Perusahaan juga menguji apakah MOF dapat digunakan untuk menangkap gas karbon dioksida dari pembangkit listrik dan pabrik.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC Newshour, Robson mengatakan berita kemenangan tersebut tidak terlalu mengejutkan karena sudah ada banyak tanda-tanda selama bertahun-tahun.“ Ada pembicaraan tentang mengikat karbon dioksida dan menyelesaikan masalah atmosfer dunia. Namun, itu terdengar tidak realistis bagi saya meskipun senyawa seperti ini bisa bekerja dalam skala kecil,” kata Robson mengenai penerapan hasil penelitiannya.
Profesor berusia 88 tahun itu juga mengakui uang hadiah merupakan hal yang paling terlintas di pikirannya. “Itu bukan alasan utama saya melakukan semua ini. Namun, di usia saya sekarang, itu tentu menjadi hal yang menyenangkan untuk dipikirkan,” katanya.
Pengumuman ini disampaikan Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia dalam konferensi pers di Stockholm, Swedia. Menurut Komite Nobel, Kitagawa terinspirasi oleh prinsip the usefulness of useless (kegunaan dari hal yang tampak tidak berguna). Prinsip itu berasal dari filosofi filsuf Tiongkok kuno Zhuangzi. Filosofi itu menyebut hal yang tampaknya tidak bermanfaat sekarang, bisa saja memiliki nilai di masa depan.
Sementara itu, Yaghi ialah ilmuwan kelahiran Amman, Yordania, dan tumbuh besar bersama saudara-saudaranya di sebuah kamar kecil tanpa listrik dan air mengalir. Ia mulai tertarik pada struktur molekuler saat masih di sekolah. Pada usia 15 tahun, ia berangkat ke Amerika Serikat untuk melanjutkan studi.
Ini merupakan Hadiah Nobel ketiga untuk bidang sains dalam minggu ini.
Pada Selasa (7/10), John Clarke, Michel H Devoret, dan John M Martinis meraih Hadiah Nobel Fisika atas penelitian mereka tentang mekanika kuantum yang membuka jalan bagi komputer kuantum.
Sementara itu, pada Senin, tiga ilmuwan lain meraih Hadiah Nobel Kedokteran atas penelitian mereka tentang cara sistem kekebalan menyerang infeksi berbahaya.(dwi)
Baca juga:
Ilmuwan Penerima Hadiah Nobel Teken Surat Terbuka Serukan Gencatan Senjata di Gaza