Harga Pangan Mulai Naik Gegara Perang, Jokowi: Inflasi Kita 2,2 Persen Masih Terkendali

Jumat, 11 Maret 2022 - Zulfikar Sy

Merahputih.com - Invasi Rusia ke Ukraina mulai berdampak pada Indonesia. Dampak perang tersebut mengakibatkan harga pangan mulai naik di antaranya adalah gandum. Harga kedelai dan bahan bakar minyak juga mengalami hal serupa.

Demikian diungkapkan Presiden Jokowi dalam sambutannya di acara Dies Natalis Ke-46 UNS Surakarta dan meresmikan gedung UNS, Ki Hajar Dewantara, Jumat (11/3).

"Yang kita tahu dunia saat ini dalam situasi yang tidak mudah. Situasi pandemi ditambah adanya perang membuat situasi global tidak menentu," kata Jokowi.

Baca Juga:

Polda Metro Antisipasi Gangguan Keamanan saat Parade Pembalap MotoGP dan Jokowi

Jokowi menyebut, dampak perang Rusia-Ukraina mulai dirasakan negara-negara lain termasuk Indonesia. Harga gandum di Indonesia sekarang naik.

"Rusia dan Ukraina selama ini penghasil gandum dunia, kita kena dampaknya harga barang (gandum) jadi mahal," kata dia.

Ia mengatakan, kenaikan itu juga berdampak pada barang lainya. Efek dari kenaikan barang konsumsi itu bisa memengaruhi tingginya inflasi.

"Kita lihat negara Turki inflasinya sudah 48,7 persen, Uni Eropa 5,1 persen, Amerika 7,5 persen, dan India 6 persen," katanya

Tak hanya itu, lanjut dia, Rusia kenaikan inflasi 8,7 persen. Namun demikian, Indonesia inflasinya 2,2 persen.

"Inflasi kita 2,2 persen masih terkendali. Kita sampai kapan seperti ini, harus ada tindakan cepat dan memanfaatkan peluang yang ada," kata dia.

Baca Juga:

Komisi II Minta Jokowi Lantik Komisioner KPU Sebelum 11 April

Jokowi juga menyoroti kelangkaan kontainer. Kalau dalam keadaan normal, mencari kontainer berapa pun sangat mudah. Namun sekarang karena destruksi tadi, menjadi langka.

"Harga kontainer menjadi naik. Dulu naik dua kali sekarang naik tiga kali lipat. Pasokan logistik sampai ke konsumen terbebani juga," kata dia

Jokowi juga menyinggung ketergantungan bahan baku yang membuat Indonesia rentan terdampak jika negara lain sedang terjadi sesuatu. Salah satu barang industri yang tergantung impor adalah nikel.

"Sejak VOC kita ini mengekspor bahan mentah. Sampai sekarang yang masih kita ekspor bahan mentah, kita tidak mendapatkan nilai tambah bagi Indonesia," katanya.

Ia pun meminta pada 11 menteri untuk menghentikan impor bahan mentah nikel pada 2020. Hasilnya Indonesia bisa ekspor nikel.

"Kita stop impor nikel, yang terjadi kita justru untung dengan ekspor itu dapat pemasukan Rp 15 triliun 2020 dan Rp 300 triliun pada 2021," tandasnya. (Ismail/Jawa Tengah)

Baca Juga:

Sekjen PDIP Ungkap Isi Pertemuan Megawati dan Jokowi di Rumpin

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan