Gerindra: Pembangunan Infrastruktur Era Jokowi Tak Terbukti Gerakkan Ekonomi
Jumat, 20 Oktober 2017 -
MerahPutih.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan pembangunan infrastruktur yang diklaim oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla bisa jadi pemicu untuk menggerakkan ekonomi atau menyerap tenaga kerja, terbukti tidak terjadi.
"Dari data yang saya pegang, sektor industri logam dasar justru tumbuh negatif -3,06 persen pada kuartal I 2017. Industri logam tumbuh di bawah 1 persen adalah sebuah keanehan di tengah maraknya proyek infrastruktur," ujar Fadli dalam diskusi bertajuk 3 tahun Jokowi-JK di Press Room, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (20/10).
Fadli yang juga Wakil Ketua DPR ini pun bertanya-tanya, dari mana besi dan baja yang menjadi pondasi utama untuk membangun jembatan, jalan tol, dan rel kereta api.
"Pembangunan infrastruktur ini memang aneh, karena sejak awal dilakukan tanpa konsep dan strategi, sehingga hasilnya adalah anomali. Bagaimana bisa konsumsi semen secara nasional turun, padahal pemerintah sedang menggalakkan proyek infrastruktur? Dalam periode Januari hingga Juni 2017, konsumsi semen kita turun 1,3 persen, dari sebelumnya 29,4 juta ton, turun menjadi 28,9 juta ton. Padahal anggaran infrastruktur dalam RAPBN 2018 semakin dinaikkan," jelasnya.
Menurut Fadli, dalam tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, masih banyak masyarakat yang merasakan kesulitan hidup karena sebagian besar anggaran diarahkan kepada pembangunan infrastruktur.
"Tapi infrastruktur-infrastruktur itu tidak membawakan multiplier effect atau trickle down effect termasuk pada industri, pada penyerapan tenaga kerja yang akhirnya justru industri yang menopang infrastruktur seperti besi dan semen malah menurun," tukasnya.
Lebih lanjut Fadli mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi negara ini tidak tumbuh seperti yang dijanjikan. Karena itu, menurutnya, masih banyak hal yang perlu diperbaiki di masa jabatan Presiden Jokowi yang hanya tersisa dua tahun lagi.
"Ekonomi kita tidak bertumbuh seperti yang dijanjikan 7 persen, hanya diangka 5 persen. 5,1 persen paling tinggi. Lalu kemudian tingkat hutang yang begitu tinggi, pekerjaan semakin sulit, tentu itu adalah hal-hal yang langsung dirasakan oleh masyarakat," pungkasnya. (Pon)
Baca juga berita lainnya dalam artikel: Tiga Tahun Berkuasa, Ini Pertanggungjawaban Presiden Jokowi