Fahri Hamzah Sudah Prediksi Setahun Lalu Koalisi Pengusung Anies Bubar

Selasa, 05 September 2023 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Partai Demokrat telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dan menarik dukungan terhadap pencalonan bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan di Pilpres 2024.

Keluarnya Demokrat tak lepas dari keputusan yang dianggap sepihak atas pemilihan Ketua Umum (Ketum) PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai pendamping Anies sebagai cawapres.

Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, bubarnya KPP sebagai kendaraan Anies Baswedan sudah diprediksi olehnya setahun lalu.

Baca Juga:

Dikecewakan Anies, Demokrat Siap Pindah ke Koalisi Lain

"Orang tidak percaya dengan omongan saya, hanya karena ada seseorang yang mencalonkan diri begitu dini, lalu dengan pencalonan itu dipakai untuk memaksa orang untuk mendukung dia, baik parpol maupun basis-basis masa," ujar Fahri.

Diketahui, KPP yang terdiri dari Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi mengusung Anies sebagai capres di Pemilu 2024.

Kekecewaan Partai Demokrat tentunya sangat beralasan karena sebelumnya Anies melaui surat yang ditulisnya sendiri telah meminta Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk bersedia mendampinginya sebagai cawapres di Pilpres 2024.

Oleh karena itu, lanjut Fahri Hamzah yang juga mantan Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 itu, bahwa omong kosong kalau koalisi dan pencalonan presiden sebelum dimulai pendaftaran akan berjalan lancar, khususnya di internal koalisi.

Karena semua itu, adalah manuver yang motifnya bukan untuk pemenangan, tetapi untuk menaikkan posisi tawar, dan mengambil keuntungan jangka pendek sebelum pendaftaran resmi dilakukan.

"Termasuk rekrutmen partai-partai dalam koalisi untuk mencukupi ‘tiket’ dan sebagainya. Itu semua omong kosong, termasuk kombinasi capres-cawapres yang diiming-imingi kepada ketua umum partai politik, itu semua omong kosong. Karena sekali lagi, pada akhirnya semua itu ditentukan tidak berbasis pada angka jumlah tiket," katanya.

Baca Juga:

PKS akan Temui PKB Pasca Cak Imin jadi Cawapres Anies

Sebab menurut Fahri, kekacauan dari penerapan presidential threshold atau PT 20 persen yang dipaksakan ini, maka pertemuan partai dan koalisi-koalisi itu murni hanya untuk kepentingan sesaat, termasuk adalah kepentingan memenuhi tiket.

Di mana, kalau ada kawan baru yang memenuhi kepentingan tiket, sementara kawan lama terlalu banyak kepentingan dan keinginan, mereka bisa ditendang.

"Atau kalau ada kemungkinan tiket itu dikaitkan dengan komposisi jumlah kandidat dalam kombinasi, maka ada pihak yang bsa dikorbankan atau pada akhirnya kalau para pemberi biaya alias bohir-bohir tidak sepakat dengan kombinasi itu, maka kombinasi itu bisa dibubarkan. Jadi prediksi saya setahun lalu itu murni karena saya membaca keseluruhan sistemnya. Itu sebabnya saya kecewa karena ada pemanfaatan identitas di dalamnya, seperti pemanfaatan identitas agama yang seolah-olah orang itu akan seterusnya berjuang sebagai kandidat Islam, karena tidak ada lagi seperti itu," sebutnya.

Pemimpin itu, masih kata Fahri, seharusnya beradu gagasan, bukan klaim-klaim primordial yang dia halang sejak awal, yang memberikan keuntungan kepada kandidat itu dan juga pada partai pendukungnya yang bermetamorfosa untuk mendapatkan ceruk dari basis-basis yang selama ini tidak akrab dengan dia.

"Anda tahu sendiri yang saya maksud. Tetapi intinya adalah kita sebagai rakyat pemilih jangan mau lagi dibohongi, ditipu-tipu oleh rekayasa para elite, untuk mengambil keuntungan bagi mereka pribadi. Tidak ada hubungannya dengan kepentingan dan perjuangan kita, itu hanya penggunaan simbol-simbol identitas saja. Saya kira harus dicermati dan kita baca secara cerdas untuk menyongsong Pemilu 2024 yang akan datang," pungkasnya. (Asp)

Baca Juga:

AHY Selamati Anies-Cak Imin, Semoga Sukses

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan