Empat Hakim MK 'Bela' 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK

Selasa, 31 Agustus 2021 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan alasan yang berbeda (concuring opinion) atas putusan permohonan uji materi atau judicial review Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK.

Diketahui, MK menolak permohonan uji materi yang diajukan oleh KPK Watch. Menurut MK, permohonan KPK Watch terkait legalitas TWK pegawai KPK tidak beralasan menurut hukum. Lima hakim MK memutuskan Pasal 69B ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK yang menjadi pokok gugatan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Baca Juga

Tolak Gugatan KPK Watch, MK Putuskan TWK Konstitusional

Sementara hakim konstitusi lainnya, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih menyatakan alasan yang berbeda. Mereka menyatakan bahwa pengalihan status pegawai KPK sebagaimana putusan MK sebelumnya, yakni MK Nomor 70/PUU-VXII/2019, menegaskan bahwa pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi pegawai ASN dengan alasan apapun.

Saldi menjelaskan berdasarkan pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 70/PUU-VXII/2019 tersebut, “status peralihan” bagi penyelidik atau penyidik KPK dan bagi pegawai KPK bukanlah proses seleksi calon pegawai baru atau seleksi ASN baru.

"Yang mengharuskan untuk dapat dilakukan berbagai bentuk seleksi sehingga sebagiannya dapat dinyatakan “memenuhi syarat” dan sebagian lagi dapat dinyatakan “tidak memenuhi syarat”," kata Saldi Isra dalam sidang yang disiarkan di Chanel YouTube MK, Selasa (31/8).

Dokumentasi - Hakim Konstitusi Anwar Usman. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
Dokumentasi - Hakim Konstitusi Anwar Usman. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

Tetapi, kata Saldi, ketentuan Pasal 69B dan Pasal 69C UU 19/2019 harus dipandang, dimaknai dan diposisikan sebagai peralihan status bagi penyelidik, penyidik, dan pegawai KPK menjadi pegawai ASN sehingga desain baru institusi KPK tetap memberikan kepastian hukum bagi penyelidik, penyidik, dan pegawai KPK.

"Menimbang bahwa dengan merujuk ketentuan peralihan dalam Pasal 69B dan Pasal 69C UU 19/2019 dan memaknai secara tepat tujuan dan maksud norma dalam “Ketentuan Peralihan” dalam sistem peraturan perundang-undangan, perubahan status tersebut harus dipandang sebagai sesuatu peralihan status, bukan seleksi calon pegawai baru," ujarnya.

Saldi menerangkan, secara hukum, apabila diletakkan dalam konstruksi Pasal 69B dan Pasal 69C UU 19/2019, proses peralihan tersebut harus
ditunaikan terlebih dahulu. Kemudian, setelah penyelidik, penyidik dan pegawai KPK mendapat status pegawai ASN, institusi KPK dapat melakukan berbagai bentuk test untuk menempatkan mereka dalam struktur organisasi KPK sesuai dengan desain baru KPK.

"Posisi hukum kami, karena peralihan status tersebut sebagai hak, peralihan dilaksanakan terlebih dahulu dan setelah dipenuhi hak tersebut baru dapat diikuti dengan penyelesaian masalah-masalah lain, termasuk kemungkinan melakukan promosi dan demosi sebagai pegawai ASN di KPK," pungkasnya. (Pon)

Baca Juga

Novel Sebut OTT di Probolinggo Hasil Turun Tangan 'Raja OTT' Yang Disingkirkan Lewat TWK

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan