Efisiensi Anggaran Negara Bisa Bikin 104.000 Orang di Sektor MICE Terkena PHK

Selasa, 04 Februari 2025 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Inpres yang ditandatangani pada 22 Januari 2025 itu, Presiden Prabowo menginstruksikan efisiensi anggaran pemerintah sebesar Rp306,69 triliun pada APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 demi menjaga stabilitas fiskal dan mendukung pelayanan publik yang lebih optimal.

Efisiensi tersebut diklaim berdampak pada pendapatan di sektor Meeting, Incentives, Convention and Exhibition (MICE).

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menegaskan, perlu paket kebijakan khusus pada sektor tersebut.

"Adapun paket kebijakan khusus itu, misalnya pemangkasan Pajak Penghasilan (PPh) 21 bagi karyawan, diskon tarif listrik, hingga fasilitasi promosi event internasional," kata Bhima saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin (4/2).

Baca juga:

Pj Teguh Tekan Ingub Efisiensi APBD 2025, Pengurangan 50% Perjalanan Dinas

Ia mengatakan, efisiensi anggaran sektor MICE dapat berdampak negatif ke sektor tersebut, yang mana sebagian besar pelaku usaha MICE mengandalkan pendapatan dari event pemerintah.

"Bahkan, setelah pandemi COVID-19, kondisi pendapatan dari sektor MICE belum sepenuhnya pulih. Khawatir ada risiko PHK di sektor jasa akomodasi dan makan minum imbas efisiensi belanja pemerintah," katanya.

Dampak ekonomi dari berkurangnya pendapatan sektor MICE di antaranya potensi kehilangan lapangan kerja mencapai 104.000 orang, sedangkan dari sisi PDB potensi MICE terancam hingga Rp 103,9 triliun.

“Berharap dari wisman (wisatawan mancanegara) dan wisatawan saja kan tidak cukup ya, dengan gejolak geopolitik dan ekonomi global, maka belanja pemerintah memang diharapkan jadi motor pemulihan sektor MICE, dan harapan itu pupus begitu ada efisiensi anggaran,” ujar Bhima.

Ia menyebut juga diperlukan antisipasi dampak negatif efisiensi belanja terhadap kinerja kementerian/lembaga (K/L), khususnya dalam capaian program prioritas di antaranya pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen year on year (yoy).

“Kalau perjalanan dinas untuk diplomasi dagang dipangkas, bagaimana bisa dorong kinerja ekspor? Padahal situasi perang dagang butuh kelincahan untuk cari pasar ekspor baru,” ujar Bhima. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan