DPR Usul Buzzer Bisa Langsung Diusut Tanpa Aduan, Revisi UU ITE Kembali Diungkapkan
2 jam, 57 menit lalu -
MerahPutih.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti maraknya aktivitas pendengung (buzzer) yang dinilai kini telah berevolusi dari aktivitas individual menjadi sebuah industri yang dijalankan secara terorganisir.
"Kami melihat bahwa fenomena buzzer di Indonesia ini telah berevolusi dari yang dulunya aktivitas individual, terus menjadi industri yang terorganisir dan seringkali dioperasikan oleh biro-biro komunikasi atau suatu agensi," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Sukamta dalam rapat kerja bersama Kemkomdigi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/12).
Ia mencontohkan, serangan terhadap lembaga legislatif di media sosial kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir, ditandai dengan berbagai tagar dan seruan yang menyerang DPR.
Serangan tersebut digerakkan oleh robot dan buzzer sehingga perlu ada upaya penegakan hukum secara kolaboratif antar lembaga dan menyeluruh hingga menjangkau pihak di balik aktivitas buzzer.
Baca juga:
Buzzer politik,kata ia, memiliki peran signifikan dalam menggiring opini di media sosial melalui penggunaan tagar di platform tertentu agar mencapai topik populer (trending topic) maupun lewat narasi serta konten foto dan video.
"Perkembangan industri buzzer ini menurut saya berkontribusi pada apa yang disebut sebagai pembusukan komunikasi politik, di mana narasi kebencian, hoaks, disinformasi diproduksi secara masif dengan target dan tujuan tertentu," jelasnya.
Persoalan buzzer, tegas Ia, bukan sebatas masalah etika di ruang digital, melainkan juga menyangkut kepentingan elit politik tertentu atau kepentingan komersial.
Menurut Sukamta, meskipun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) disusun untuk mengatur lalu lintas informasi di ruang digital, dalam praktiknya aturan tersebut kerap bergantung pada mekanisme delik aduan.
Ketergantungan ini disebut membuat penindakan terhadap buzzer yang beroperasi secara terorganisir dan massal menjadi tidak efektif.
Ia mendorong agar dilakukan revisi terhadap Undang-Undang ITE, agar konten dari buzzer yang berpotensi memicu kerusuhan dapat ditindak tanpa harus melalui delik aduan.
“Saya kira penting untuk kita pikirkan apakah di Undang-Undang ITE, khusus untuk hal yang terkait dengan aktivitas buzzing yang destruktif dan terorganisir, itu bisa dilakukan penindakan yang dikecualikan dari delik aduan,” ucapnya.
Mnurutnya, dalam kondisi tertentu yang sudah mengarah pada situasi darurat, proses penegakan hukum tidak bisa terus menunggu proses birokrasi yang panjang.
"Termasuk menunggu adanya laporan untuk dapat menurunkan konten yang bersifat provokatif," katanya.