Debus, Seni Bela Diri Khas Banten untuk Siar Islam hingga Lawan Penjajahan
Jumat, 26 Juli 2024 -
MERAHPUTIH.COM - SENI bela diri Banten terkenal dan menarik perhatian. Tak hanya menampilkan kekebalan tubuh, ilmu bela diri Banten, punya andil dalam perjuangan masyarakat Banten melawan penjajah dahulu. Seni bela diri debus diciptakan pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570).
Asal mula penamaan debus ialah dari bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dalam praktiknya, dengan alat itulah para pemain debus dilukai. Namun, secara ajaib, pemain debus kebal. Tubuh mereka tidak dapat ditembus senjata walaupun dipukul berkali-kali oleh orang lain.
Pada masa pemerintahan Hasanuddin pada abad ke-16 (1532- 1570), debus berperan sebagai penyebaran agama Islam. Debus jadi seni yang memikat masyarakat Banten, yang kala itu masih memeluk Hindu dan Buddha, untuk masuk Islam.
Seiring perjalanan waktu, debus mengalami transisi, dari yang hanya sebagai media penyebaran Islam menjadi media perlawanan. Ketika kekuasaan Banten dipegang Sultan Ageng Tirtayasa pada abad ke-17 (1651-1682), debus difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah Belanda.
Baca juga:
Raja kelima Banten yang gemar kesenian dan kebatinan ini telah berhasil meningkatkan semangat tempur angkatan perangnya melalui permainan debus dan silat.
Ketimpangan peralatan perlawanan antara masyarakat Banten dengan Belanda tentu terjadi. Namun, pendekatan keagamaan yang berbarengan dengan semangat debus itu cukup memicu semangat militan pada masyarakat Banten. Mereka kemudian berbekal kemampuan debus untuk melawan Belanda.
Semakin berkembangnya zaman, setelah kemerdekaan dan tidak ada perlawanan perang. Fungsi debus bergeser lagi. Kesenian ini menjadi agenda hiburan masyarakat lokal Banten.
Pertunjukan ini termasuk ekstrem karena menggunakan sajam untuk atraksi-atraksi berbahaya, misalnya menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus, tapi tidak terluka.
Ada pula pelaku debus yang mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah, tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat di badan hancur, mengunyah beling atau serpihan kaca, hingga membakar tubuh. Masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.
Kedati pelaku debus menunjukkan aksi ekstrem, masyarakat lokal telah terbiasa dengan pemandangan tersebut. Pertunjuka di publik ini membuat debus tetap eksis dan selalu dekat dengan masyarakat.
Supaya seni bela diri ini terus ada, di Banten sudah banyak perguruan debus didirikan. Mereka merekrut para peminat mengikuti aksi adu kuat dan adu ketahanan ini. mengajarkan kemampuan tak biasa itu dengan teknik turun temurun dari generasi ke generasi.(tka)
Baca juga:
Mengenal Wayang Garing, Kesenian asal Banten yang Terancam Punah