Cekikikan Sendiri Seperti Joker, Ketahui Mengapa Pseudobulbar Affect Berbahaya
Kamis, 10 Oktober 2019 -
CEKIKIKAN sendiri seperti orang tidak waras, seperti karakter yang diperankan oleh Joaquin Phoenix dalam film Joker. Sifatnya terbilang 'unik' dan menyeramkan. Sebagai seorang komedian, dirinya memiliki kebiasaan tertawa yang tak wajar. Ternyata, di balik kebiasaanya tersebut akibat dari penyakit yang dideritanya.
Pseudobulbar Affect (PBA), adalah salah satu kelainan yang menyebabkan penderitanya mengalami tertawa pada saat tertentu. Efek ini akan muncul secara tiba-tiba meskipun kondisi emosi normal. Biasanya ini terjadi pada orang yang mengalami gangguan jiwa. Maka dari itu, penderita yang mengalami PBA akan dianggap sebagai orang dengan keterbelakangan mental oleh lingkungan di sekitarnya.
Baca juga:
4 Fenomena Sosial di Film Joker yang Benar-Benar Terjadi di Dunia Nyata
Dilansir dari berbagai sumber, efek samping penderita PBA akan mengalami berbagai penyakit. Salah satu cara untuk mengatasinya hanyalah mengkonsumsi obat. Namun, jangan sampai memandang rendah atau menganggap remeh kelainan ini. Kami telah merangkum beberapa informasi terkait kelainan tawa tersebut.
1. Menderita penyakit tertentu

Kenali tanda mengidap pseudobulbar affect (PBA) sedini mungkin. Kerusakan sistem saraf yang mengganggu produktivitas kerja otak ini memicu rangsangan untuk tertawa atau menangis tanpa terkendali. Tak diketahui sebabnya, bahkan seringkali tak disadari penderita.
Mulai dari tertawa tiba-tiba, berekspresi secara berlebihan (senang, sedih, tertekan, marah dan lainnya) hingga frustasi. Biasanya, kerusakan korteks prefrontal (area otak) ini diakibatkan penyakit tertentu. Termasuk penyakit Alzheimer, Parkinson, Wilson, Multiple sclerosis, Amytrophic lateral sclerosis (ALS) atau Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Riwayat sakit seperti stroke, cedera otak, demensia, tumor otak dan epilepsi juga bisa jadi faktor penyebabnya.
2. Disalahartikan sebagai gangguan mental

Tingkah laku yang ditunjukkan penderita PBA ini seringkali disalahartikan. Sebagian orang beranggapan sebagai penyakit gangguan mental, seperti depresi atau bipolar. Perubahan emosi secara drastis hingga gejala mania dan despresif. Kenyataannya, pseudobulbar affect dengan bipolar berbeda.
Pseudobulbar affect terjadi akibat permasalahan otak yang mengalami gangguan sinyal dan sistem dalam mengolah informasi. Penderita PBA menunjukkan ekspresi wajah yang tak sesuai dengan gambaran emosinya dan tak disadari.
Tertawa atau menangis secara mendadak dan tak terkendali pada waktu yang tidak tepat. Lain halnya dengan bipolar, gangguan mental ini mengalami perubahaan suasana hati secara dratis dan cepat.
Baca juga:
3. Dampak buruk berkepanjangan

Penderita pseudobulbar affect bisa menimbulkan dampak buruk berkepanjangan. Perasaan terasingkan, terabaikan, tersisihkan hingga menimbulkan depresi bisa jadi ancaman bagi penderita PBA. Bahayanya, penderita PBA akan mengisolasi diri dari lingkungan karena merasa malu dan cemas berlebihan.
4. Butuh pengobatan intensif

Hingga kini, belum ada obat yang dikhususkan untuk mengatasi pseudobulbar affect. Golongan obat antidepresan dan obat quinidine sulfate sekalipun hanya mampu meredakan frekuensi dan mengontrol emosi.
Meski begitu, tak melulu melalui obat-obatan. Penderita PBA juga bisa mengendalikan diri melalui beberapa cara. Di antaranya melakukan peregangan otot dengan mengubah posisi duduk dan berdiri, atur pola pernapasan, terapkan teknik relaksasi ringan dan rutin berdiskusi. (Dys)
Baca juga: