Berkaca dari Kasus Bahar dan Ferdinand, Gerindra Nilai Masyarakat Kembali Terbelah
Senin, 10 Januari 2022 -
Merahputih.com - Publik tengah diramaikan dengan kasus hukum yang menjerat Bahar Bin Smith dan Ferdinand Hutahaean. Keduanya sama-sama terjerat kasus dugaan ujaran kebencian.
Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Habiburokhman, kedua kasus tersebut merupakan bukti bahwa bangsa Indonesia masih seperti terbelah.
"Saat ini kita seolah kembali terbelah terkait dua kasus dugaan ujaran kebencian yang sangat menarik perhatian," kata Habiburokhman dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (10/1).
Baca Juga:
>Polda Jabar Periksa Bahar bin Smith Hari Ini
Anggota Komisi III DPR ini menjelaskan, beberapa saat lalu Bahar bin Smith diperiksa, ditangkap dan ditahan aparat penegak hukum terkait pernyataannya saat berdakwah.
Sebagian masyarakat membelanya dan menyatakan apa yang dillakukannya murni bagian dari menyampaikan pendapat, mengkritik.
"Namun, sebagian lain meminta aparat menindak tegas dengan menangkap dan menahan beliau dengan alasan tindakan tersebut merupakan ujaran kebencian yang berbahaya," ujarnya.
Hal sama juga terjadi dalam perkara yang menjerat Ferdinand. Yang pasti, ia enggan membandingkan pribadi dua orang tersebut. Menurutnya, dua kasus itu menggambarkan bahwa ketegangan antara dua kelompok belum berakhir.
"Yang akhirnya berimbas pada munculnya kasus-kasus hukum, fenomena saling melaporkan terkait ujaran kebencian," papar dia.
Baca Juga:
Penuhi Panggilan Polda Jabar, Bahar bin Smith Klaim Tak Pernah Mangkir
Habiburokhman melihat, media sosial memang membuat bangsa Indonesia mudah sekali menyampaikan pendapat di ruang publik.
Pernyataan spontan pun bisa dengan cepat tersebar dalam hitungan menit bahkan detik. Kadang apa yang ingin disampaikan tidak sepenuhnya sama dengan apa yang dituliskan.
Terkadang apa yang dituliskan dimaknai berbeda oleh orang yang menyaksikan. Hal tersebut yang membuat siapapun mudah terjerat kasus hukum dugaan ujaran kebencian.
"Jangan dikira yang dekat kekuasaan bisa terus selamat, sebab kalau tekanan dahsyat tetap bisa juga terjerat," ungkapnya.
Habiburokhman mengingatkan, penegakan hukum atas dugaan ujaran kebencian tidak bisa dilakukan dengan semangat untuk mencari kesalahan semata.
Penegakan hukum terkait ujaran harus dilakukan dengan semangat restorasi berkeadilan atau disebut keadilan restoratif.
Keadilan restoratif adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan. Untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
Baca Juga:
Penuhi Panggilan Polda Jabar, Bahar bin Smith Klaim Tak Pernah Mangkir
Lalu, aparat penegak hukum hendaknya berkomunikasi dengan para pihak terutama korban dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi.
Dengan keadilan restoratif, hukum tidak diabaikan, tapi justru ditegakkan dengan penuh kebijaksanaan dan keadilan.
"Kita kedepankan dialog daripada saling menonjok,kita hindari kesalahpahaman dan perkuat persaudaraan," pungkas Habiburokhman. (Knu)