Anies Baswedan Digoyang KPK Jelang Akhir Jabatan

Selasa, 04 Oktober 2022 - Andika Pratama

MerahPutih.com – Anies Baswedan akan mengakhiri masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2022. Jelang purnatugas sebagai orang nomor satu di Jakarta, Anies dikabarkan akan dijerat sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK memang sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E. Penyidik lembaga antirasuah telah memeriksa Anies pada Rabu (7/9). Seusai dimintai keterangan selama 11 jam, Anies berharap penjelasannya kepada tim penyelidik akan membuat kasus Formula E menjadi terang dan memudahkan KPK menjalankan tugasnya.

Baca Juga

Anies Capres NasDem, Riza Tetap Dukung Prabowo

Ternyata isu Anies bakal ditetapkan sebagai tersangka bukan isapan jempol belaka. Dalam laporan Koran Tempo, Ketua KPK Firli Bahuri disebut selalu mendesak satgas penyelidik agar meningkatkan kasus Formula E ke tahap penyidikan dan menetapkan Anies sebagai tersangka.

Elektabilitas Anies yang kerap merajai sejumlah survei capres 2024 disinyalir membuat sebagian pihak berupaya untuk menjegalnya. Bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Anies diprediksi sebagai kandidat capres potensial.

Anies sendiri sudah menyatakan siap mencalonkan diri sebagai presiden dalam wawancara bersama media asing Reuters di Singapura, pada Kamis (15/9). Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu menyatakan siap nyapres asal ada partai politik yang mengusungnya.

Anies Baswedan saat memberikan keterangan kepada media di Jakarta, Senin (5/9/2022). ANTARA/Luthfia Miranda Putri
Anies Baswedan saat memberikan keterangan kepada media di Jakarta, Senin (5/9/2022). ANTARA/Luthfia Miranda Putri

Gayung pun bersambut Partai NasDem resmi mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres yang akan diusung pada Pilpres 2024. Deklarasi Anies sebagai capres diumumkan langsung oleh Ketua Umum NasDem Surya Paloh di NasDem Tower, Jakarta, Senin (3/10).

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai, memang ada upaya untuk menjegal Anies agar tidak bisa maju menjadi capres 2024. Upaya menjegal Anies salah satunya dilakukan dengan menggunakan instrumen hukum. Ujang mengaku mendapat informasi terkait hal tersebut dari internal KPK.

“Penyidik juga ketakutan ngga mau tetapin tersangka kalo ngga ada kesalahan. Di Pimpinan KPK aja itu lagi berdebat apakah tersangkakan (Anies) atau tidak,” kata Ujang kepada MerahPutih.com, Kamis (29/9).

Pernyataan Ujang selaras dengan laporan Koran Tempo, yang menyebut satgas penyelidik menolak mentersangkakan Anies karena tidak cukup bukti. Namun, Firli dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata serta Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, terus mendesak satgas di setiap gelar perkara agar menetapkan Anies tersangka.

Ujang mengaku mendapat informasi bahwa meski tak ada indikasi korupsi dalam penyelenggaraan Formula E, namun KPK tetap akan menetapkan Anies atau pihak panitia ajang balap mobil listrik tersebut sebagai tersangka.

“Ini kan instrumen hukum akan menjadi alat untuk bisa menjegal Anies. Tapi kita lihat saja nanti apakah itu terjadi atau tidak di KPK,” ungkapnya.

Di kalangan elite politik, kata Ujang, juga tersiar kabar bahwa pemanggilan Anies oleh KPK sebagai cara untuk menngkriminalisasi mantan Rektor Paramadina tersebut. Oleh karena itu, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia ini mengimbau semua pihak untuk mengawal agar KPK bekerja professional.

“Jangan sampai KPK jadi instrumen kelompok tertentu untuk bisa menjegal lawan politiknya. Jangan sampai instrumen hukum dijadikan alat untuk menghancurkan lawan politik,” tegas Ujang.

Pendapat serupa disampaikan oleh pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Ia mengatakan meski penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, namun menurutnya ada disparitas proses hukum yang dilakukan KPK terhadap Anies.

Baca Juga

Anak Buah AHY: Rekam Jejak Anies Selaras dengan Nilai yang Diperjuangkan Demokrat

Fickar menilai pemanggilan Anies oleh lembaga antirasuah dalam penyelidikan ajang balap Formula E bermutan politis. Hal itu mengingat Anies menjadi salah satu kandidat calon presiden terkuat di Pilpres 2024.

“Khusus terhadap Anies Baswedan, sepertinya ada dimensi politisnya,mengingat Anies calon terkuat dari kandidat presiden. Tidak ada kebijakan yang salah dan proses pidana tidak bisa dan tidak boleh mengadili kebijakan negara atau kebijakan daerah,” ungkapnya.

Lebih lanjut Fickar mengingatkan, KPK tidak boleh mengadili kebijakan yang tak dapat dilepaskan dari tanggung jawab Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Apalagi, hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta menyebutkan tak ada kerugian negara dalam penyelenggaraan Formula E.

“Karena itu seharusnya jika pun ada korupsi maka harus dibatasi pada pihak-pihak yang secara sengaja mengambil uang negara untuk kepentingannya,” ujarnya.

Pengusutan ajang balap mobil listik Formula E, kata Fickar, harus fokus pada dugaan rasuahnya.“Harus dipisahkan juga dengan kepentingan dunia bisnis, jika tidak ingin negara mundur kebelakang,”.

Dia mengingatkan lembaga antikorupsi harus hati-hati menangani kasus Formula E. Pasalnya lembaga yang dipimpin Firli Bahuri ini berpotensi menjadi alat kepentingan bagi lawan politik Anies.

“KPK harus hati hati jangan sampai terjebak dan dijerumuskan menjadi alat oleh pihak pihak tertentu yang tidak ingin Anies menjadi presiden,” ujar Fickar.

Dugaan kriminalisasi dan penjegalan Anies agar tak bisa nyapres juga pernah disampaikan oleh dua elite Partai Demokrat Andi Arief dan Benny Kabur Harman. Dalam sebuah video yang beredar pada Senin (26/9), Andi Arief menyebut Anies tidak akan bisa maju sebagai capres 2024 karena akan masuk penjara.

Dalam video itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat itu menyebut hanya akan ada dua capres yang akan bertarung di Pilpres 2024.

“Kenapa dua calon Pak Presiden (Jokowi)? Kan Ada Anies ada Ganjar. 'Oh, Anies kan sebentar lagi masuk penjara, kata Andi Arief dikutip dari video yang beredar tersebut.

Sementara Benny Kabur Harman, pernah mengatakan upaya menjegal Anies untuk dapat maju dalam Pilpres 2024. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat tersebut menyebut sosok di balik upaya ini adalah “genderuwo”. Namun dia tak menjelaskan lebih jauh hal yang dimaksud.

“Saya tidak tahu (siapanya). Tapi yang penting ada invisible power (kekuatan yang tidak kelihatan), invisible hand yang ingin menjegal,” ujar Benny seusai Rapimnas Partai Demokrat, di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Jumat (16/9).

Baca Juga

Surya Paloh Tegaskan Deklarasi Anies Capres Tak Terkait Isu KPK

Terkait pendapat sejumlah pihak yang menyebut adanya dimensi politik di balik pemanggilan Anies oleh KPK, peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati punya pendapat berbeda. Menurutnya, pemeriksaan terhadap orang nomor satu di Jakarta itu murni penegakan hukum.

“Saya pikir itu lebih pada murni penegakan hukum apalagi beberapa proyek itu memang dilakukan saat Anies Baswedan berkuasa,” kata Wasisto kepada MerahPutih.com, Kamis (29/9).

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri memastikan penanganan perkara Formula E tidak bisa diatur atau atas dasar keinginan pihak tertentu. Hal ini karena sistem dan proses penanganan perkara di internal KPK melalui gelar perkara atau ekspose dilakukan secara konstruktif dan terbuka.

"Penanganan perkara di KPK dipastikan tidak bisa diatur atau atas keinginan pihak-pihak tertentu saja," Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin (3/10).

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat tiba di NasDem Tower, Jakarta, Senin (3/10). ANTARA/Syaiful Hakim

Ali menekankan, perkara Formula E hingga saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Proses ini sebagai tindak lanjut atas pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada KPK. Dari pengaduan tersebut, KPK melakukan telaah dan analisis awal, untuk mengetahui apakah substansi aduan dimaksud merupakan tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK sebagaimana diatur UU atau tidak.

"KPK pun masih terus mengumpulkan informasi yang diperlukan, salah satunya juga telah memanggil Gubernur DKI Jakarta untuk dimintai keterangannya," ujarnya.

Dalam proses internal KPK, pada setiap penanganan perkara adalah dengan melakukan ekspose atau gelar perkara. Dalam gelar perkara tersebut dipaparkan hasil pengumpulan informasi oleh tim, untuk mendapatkan saran dan masukan dari seluruh pihak yang ikut dalam forum tersebut.

"Pembahasan dilakukan secara konstruktif dan terbuka dalam forum tersebut. Semua peserta ekpose punya kesempatan sama untuk menyampaikan analisis maupun pandangannya," tegasnya.

Lebih lanjut Ali menegaskan, setiap penanganan perkara di KPK adalah berdasarkan kecukupan alat bukti. Untuk itu, KPK menyayangkan adanya opini yang menyebut pimpinan KPK memaksakan penanganan perkara Formula E ini.

"Padahal gelar perkara dilakukan secara terbuka dan memberikan kesempatan semua pihak untuk menyampaikan pendapatnya," imbuhnya.

KPK, kata Ali, sejak awal berdiri kerap mendapat tuduhan-tuduhan yang kontraproduktif terkait penanganan perkara yang dilakukan. Namun, KPK dapat membuktikannya di pengadilan, dan majelis hakim pun memutus bersalah kepada pihak-pihak yang berperkara.

"KPK juga sangat menyayangkan, proses penanganan perkara Formula E yang telah taat asas dan prosedur hukum ini justru kemudian diseret-seret dalam kepentingan politik oleh pihak-pihak tertentu," katanya.

Meski demikian, KPK berjanji akan terus konsisten dan berkomitmen untuk menangani setiap perkara dugaan tindak pidana korupsi sesuai tugas, kewenangan, dan UU yang berlaku.

KPK juga mengajak masyarakat untuk terus mengawasi proses penanganan perkara ini dan tidak mudahterprovokasi oleh narasi-narasi yang sengaja dihembuskan untuk kepentingan dan agenda di luar konteks penegakan hukum. (Pon)

Baca Juga

NasDem Capreskan Anies, Pengamat Sebut Ada Campur Tangan JK

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan