Agung Laksono Beberkan Alasan Tolak Jadi Saksi Meringankan Fredrich Yunadi
Kamis, 18 Januari 2018 -
MerahPutih.com - Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menolak menjadi saksi meringankan bagi advokat Fredrich Yunadi. Agung menyatakan ada dua alasan dirinya tidak bersedia memenuhi permintaan mantan kuasa hukum Setya Novanto itu.
"Saya datang karena saya menghargai lembaga KPK ini lembaga penegak hukum yang saya hormati. Namun, di dalam saya menyatakan, saya tidak bersedia menjadi saksi yang menguntungkan bagi Saudara Fredrich Yunadi," kata Agung seusai bertemu penyidik KPK di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (18/1) seperti dikutip Antara.
Meski tidak bersedia menjadi saksi meringankan bagi Fredrich tapi Agung tetap datang karena alasan menghormati institusi KPK.
Agung mengaku tidak pernah dikonfirmasi sebelumnya oleh Fredrich atau penyidik KPK untuk menjadi saksi meringankan. Dia juga tidak tahu apa alasan Fredrich memilihnya.
Agung mengungkapkan alasan penolakan menjadi saksi meringankan bagi tersangka perintang penyidikan KPK dalam kasus korupsi e-KTP itu.
Pertama, dirinya tidak mengenal Fredrich. Agung mengaku baru pertama kali bertemu dengan Fredrich saat membesuk Novanto saat dirawat di RS Medika Permata Hijau, Kamis (16/11/2017).
"Saya baru kenal itu malam itu saja ketika saya menjenguk Pak Setya Novanto. Pak Setya Novanto saat itu adalah Ketua DPR, Ketua Umum Partai Golkar. Saya juga kenal baik beliau bertahun-tahun. Ketika mendengar beliau mengalami kecelakaan lalu lintas dan dibawa ke rumah sakit, tergerak untuk membesuk beliau," ucap Agung.
Kedua, Agung tak ingin terlibat dalam perkara yang melibatkan Fredrich.
"Saya juga tak terlibat dalam perkara-perkara yang melibatkan Pak Fredrich ini, saya sudah tak ingin melibatkan diri dalam perkara-perkara ini tetapi saya datang ke sini karena saya menghormati KPK dan saya jelaskan sikap saya seperti itu," katanya.
KPK telah menetapkan mantan kuasa hukum Setya Novanto itu bersama dengan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka. Penetapan tersangka terhadap Fredrich dan Bimanesh pada Rabu (10/1).
Atas perbuatannya tersebut, Fredrich dan Bimanesh disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta. (*)