Ada Penyadapan, Juliari Disebut Minta Pejabat Kemensos Ganti Nomor dan HP

Senin, 07 Juni 2021 - Angga Yudha Pratama

MerahPutih.com - Eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso mengakui pernah diminta mengganti nomor serta telepon genggam. Perintah itu datang lantaran ada informasi penyadapan.

"Karena waktu itu infonya sudah mulai ada informasi ada penyadapan," kata Matheus saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap bansos COVID-19 untuk terdakwa bekas Mensos Juliari P. Batubara, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/6).

Baca Juga

Saksi Akui Bekas Mensos Juliari Sewa Pesawat Pribadi CeoJetset

Dalam persidangan, Matheus menerangkan ihwal perintah tersebut. Awalnya, Matheus mengaku diminta oleh mantan PPK Kemensos Adi Wahyono ke kantor Kemensos sekitar bulan Mei 2020.

"Saya permah hari Minggu diminta datang oleh pak AW (Adi Wahyono) ke kantor dari Bandung ke kantor. Saya sampai di Bandung Jumat, minggu pagi saya ditelpon langsung disuruh ke kantor karena ada sesuatu yang mau dibicarakan. Saya gak ingat waktu itu di bulan mei masih di putaran pertama," jelas dia.

Setibanya di kantor Kemensos, Matheus langsung ke ruangan Adi. Saat itu, kata Adi sudah ada mantan staf ahli eks Mensos Juliari, Kukuh Ari Wibowo. Selain Adi, kata dia, Kukuh juga meminta dirinya mengganti nomor dan telepon genggam.

"Waktu itu saya diminta pak adi mengganti hp dan nomor. Pak kukuh juga menyampaikan juga bahwasanya agar mengganti alat komunikasi dan hp dan nomor," ungkapnya.

Namun, Matheus tak mengetahui pihak mana yang akan melakukan penyadapan. "Saya kurang tahu pasti, tapi infornya saya dipanggil Adi dan Kukuh," ujarnya.

Selain Kukuh dan Adi, Matheus juga dipanggil Erwin Tobing, tim teknis Juliari. Dia menyebut Erwin merupakan pensiunan Polri. Pertemuan Matheus dan Erwin dilakukan di waktu dan ruangan berbeda.

"Saya juga dipanggil Erwin Tobing, tim teknisnya pak Juliari, di ruangan berbeda, saya menghadap sendiri. di hari berbeda," terang dia.

Selvy Nurbaety selaku eks sekretaris pribadi mantan Menteri Sosial Juliari Batubara memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (19/5/2021) (ANTARA/Desca Lidya Natalia)
Sidang kasus Bansos COVID-19 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (19/5) (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Baik Kukuh dan Erwin, kata Matheus, saat itu menyampaikan informasi soal adanya penyadapan. Atas informasi dan perintah tersebut, Matheus setelah itu mengganti nomor dan telepon genggam.

"Saya ganti hp dan nomor," ucap dia.

"Saudara bertanya ngga disadap dari KPK, Polisi atau Jaksa?," tanya jaksa KPK.

"Masih meraba-raba saat itu," jawab dia.

Tak hanya diminta mengganti nomor dan telepon genggam, Matheus juga diminta Kukuh dan Adi untuk merusak dan mengganti laptop. Permintaan itu, diakui Matheus, juga diketahui Erwin dan Juliari.

"Di bap anda nomor 96: bahwa saya pernah diminta banting dan ganti laptop untuk hilangkan catatan uang komitmen dan penerimaan menteri, arahan tersebut disampaikan Kukuh dan Adi Wahyono?," cecar jaksa.

"Betul ada permintaan itu, Cuma karena gak ada catatan permintaan di laptop jadi saya gak banting laptop saya," jawab Matheus.

"Di BAP yang sama, perintah itu juga diketahui Erwin dan Juliari. Karena Adi jelaskan dipanggil oleh Juliari dan dapat arahan yang sama?," tanya jaksa.

"Betul," ungkap Matheus.

Baca Juga

Pengacara Klaim Belum Ada Saksi yang Menyebut Juliari Terima Suap

Diketahui, Juliari didakwa menerima suap dengan total Rp 32,48 miliar secara bertahap. Uang tersebut diperoleh dari penyedia barang untuk pengadaan paket bansos sembako dalam rangka penanganan COVID-19. Seluruh rangkaian penerimaan duit itu dilakukan pada Mei-Desember 2020.

Juliari disebut menerima uang suap secara bertahap. Uang sebesar Rp 1,28 miliar diperoleh dari konsultan hukum Harry Van Sidabukke. Uang tersebut diterima pejabat pembuat komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.

Kemudian uang sebesar Rp 1,96 miliar dari Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja. Juliari selain itu diduga juga menerima Rp 29,25 miliar dari sejumlah pengusaha penyedia bansos sembako. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan