17 Aktivis Ditahan Polisi Minta Perlindungan, LPSK Ngaku Punya Wewenang Terbatas

Selasa, 14 Oktober 2025 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - 17 aktivis yang ditahan mengajukan permohonan perlindungan pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Mereka merupakan para aktivis yang diduga terlibat dalam aksi demonstrasi berujung kerusuhan pada akhir Agustus 2025.

'Kalau kita klaster itu ada klaster korban, ada klaster keluarga, dan ada klaster pendamping,” kata Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin saat wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Selasa.

Permohonan tersebut berasal dari enam kota di Indonesia, termasuk Jakarta dan Makassar. Saat ini, seluruhnya sedang dalam tahap penelaahan untuk menentukan diterima atau tidaknya permohonan dimaksud.

Baca juga:

Imbas Demo Rusuh di PT Timah, Politikus Golkar Bambang Patijaya Laporkan Akun Media Sosial ke Polisi

Di mana, ketika syarat formil dan materil terpenuhi, ada waktu 30 hari untuk melakukan investigasi dan pengumpulan data dan fakta.

“Nah, setelah itu, kemudian, teman-teman (LPSK, red.) akan menyusun risalah. Risalah ini kemudian disampaikan di depan pimpinan untuk diputuskan, apakah diterima atau tidak,” sambung dia.

LPSK juga bersama dengan lembaga nasional hak asasi manusia (LN HAM) lainnya terus melakukan langkah proaktif mengenai peristiwa tersebut. Hal itu, kata dia, mengingat kewenangan LPSK yang terbatas.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK hanya berwenang melindungi saksi, korban, pelapor, ahli, dan saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator.

“Bagaimana dengan teman-teman aktivis itu yang menyatakan pendapat di depan publik kemudian ditangkap? Nah, karena kita menyadari akan kewenangan kita yang terbatas, kita melakukan kerja-kerja kolaborasi, kita bergabung di dalam LN HAM,” tuturnya.

Enam LN HAM membentuk tim independen pencari fakta untuk mengusut peristiwa unjuk rasa dan kerusuhan pada akhir Agustus hingga awal September 2025 di Jakarta dan sejumlah daerah lainnya di Indonesia.

Tim tersebut terdiri atas Komisi Nasional (Komnas) HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman RI, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi Nasional Disabilitas (KND).

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan