Sengketa Pilpres, Muhammadiyah Ingatkan MK Independen dan Tak Mudah Ditekan
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti (Foto: antaranews)
MerahPutih.Com - Pimpinan Pusat Muhammadiyah terus mengamati situasi dan kondisi pasca penetapan hasil Pemilu 2019. Muhammadiyah menyayangkan situasi politik usai gelaran pemilu yang ternyata malah makin panas.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mendukung terkait persoalan pemilu dikembalikan pada mekanisme hukum yang berlaku. Pihaknya mengapresiasi upaya paslon nomor urut 02, Prabowo Subainto-Sandiaga Uno yang menempuh jalur konstitusional lewat Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggugat hasil pemilu.
"Pak Prabowo dan Pak Sandi juga sudah menyampaikan gugatan kepada MK, dan itu saya kira sebuah langkah hukum yang sangat kita hormati," ujarnya di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/5).
Menurut Abdul, sikap Prabowo-Sandi yang demikian itu merupakan sebuah langkah yang demokratis. Adapun saat ini yang diperlukan hanyalah kesabaran semua pihak untuk memberikan kesempatan kepada MK bekerja sebaik-baiknya.
Kepada MK, Abdul mengingatkan, untuk bekerja secara profesional, independen, dan tidak takut oleh tekanan pihak mana pun. Sebab, pada dasarnya MK menjadi tempat penyelesaian masalah konstitusional yang terakhir.
“Karena keputusan MK itu bersifat final, dan kerena itu jika nati MK telah menetapkan hasilnya diharapkan tidak lagi ada aksi-aksi.” ujarnya.
Selain itu, Abdul menambahkan, masyarakat diharapkan bisa secara dewasa, arif, dan bijaksana menerima keputusan MK sebagai konsekuensi dari penyelesaian politik dan hukum terkait persoalan Pemilu 2019.
Namun demikian, Abdul menyebut tak ada salahnya bagi kedua paslon untuk saling bertemu. Apalagi saat ini menjelang perayaan Idulfiti. Hal ini oleh Muhammadiyah sudah berkali-kali disampaikan, baik secara kelembagaan maupun personal oleh elemen bangsa.
“Kami sangat berharap agar sebelum Idul Fitri ini sudah ada pertemuan antara Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Pertemuan itu tidak harus mengambil suatu keputusan yang bersifat politik, tetapi bertemu saja itu sudah baik,” kata Abdul.
BACA JUGA: Beda Pemilu 1955 dan 2019: Kultur Siap Menang dan Kalah
KPK Tetapkan Kepala Kantor Imigrasi Mataram Tersangka Suap
“Kita pakai istilah silaturahim saja lah. Karena ada yang keberatan dengan istilah rekonsialisasi. Alasannya karena merasa tidak pernah ada konflik. Tapi kalau silaturahmi itu bisa kita lakukan dalam situasi yang bagaimanapun juga.”
Lebih lanjut, Abdul Mu'ti mengatakan, Muhammadiyah meyakini dengan adanya silaturahmi antara kedua belah pihak, rakyat akan sangat tenang.
“Apalagi sampai ada kesepakatan politik, atau mungkin tausyiah politik bersama yang dibuat oleh kedua belah pihak,” tutupnya.(Knu)
Bagikan
Berita Terkait
Lupakan Dulu Sisi Kontroversialnya! PP Muhammadiyah Minta Masyarakat Fokus pada Jasa-Jasa Soeharto Demi Kepentingan Bangsa dan Negara
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
MK Tolak Perubahan Usai Pemuda Menjadi 40 Tahun di UU Kepemudaan
Iwakum Nilai Keterangan DPR dan Dewan Pers di MK Tak Jawab Substansi Perlindungan Wartawan
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun