Koruptor Terbanyak dari DPR, Ini Yang Membuat Serangan Terhadap KPK Bertubi-tubi?
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
MerahPutih.Com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo kembali menegaskan penolakannya terkait usulan DPR untuk merevisi Undang-Undang (UU) nomor 30/2002 tentang KPK. Menurut Agus, revisi UU tersebut berpotensi melumpuhkan lembaga antirasuah.
Agus mengatakan saat ini KPK sudah menangani lebih dari seribu perkara korupsi. Namun, kata dia, data itu bukan soal jumlah orang yang ditangkap dan diproses hingga divonis bersalah melalukan korupsi.
Baca Juga:
Ngotot Revisi UU KPK, Mahfud Nilai Usulan DPR Bakal Ditolak Jokowi
"Jabatan pelaku korupsinya juga terbaca jelas. Pelaku pejabat publik terbanyak adalah para anggota DPR dan DPRD, yaitu dalam 255 perkara. Kemudian Kepala Daerah berjumlah 110 perkara," kata Agus dalam keterangannya, Jumat (6/9).
"Mereka diproses dalam kasus korupsi dan ada juga yang dijerat pencucian uang. Ini baru data sampai Juni 2019. Setelah itu, sejumlah politisi kembali diproses," sambung Agus.
Agua mengatakan, selama upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, tidak pernah terbayangkan ratusan wakil rakyat dan kepala daerah tersentuh hukum. Apalagi, ada adagium bahwa hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas yang kerap terdengar.
"Namun dengan dukungan publik yang kuat, KPK berupaya untuk terus menjalankan tugasnya," imbuhnya.
Selain anggota DPR, DPRD, Kepala Daerah, ada 27 Menteri dan Kepala Lembaga yang dijerat, dan 208 perkara yang menjerat pejabat tinggi di instansi, yaitu setingkat Eselon I, II dan III. Tercatat, Ketua DPR-RI dan Ketua DPD aktif, dan sejumlah menteri aktif yang melakukan korupsi juga ikut diproses.
Menurut Agus, angka-angka diatas tentu bukan sekadar hitungan numerik orang-orang yang pada akhirnya menjadi tersangka hingga dapat disebut koruptor. Dia menekankan kasus-kasus tersebut juga terkait ratusan proyek pemerintah dan perizinan.
"Proyek dengan nilai hingga ratusan Milyar atau bahkan triliunan rupiah dipotong untuk kepentingan sejumlah pejabat yg mereka sebut commitment fee," ujar dia.
Padahal, kata Agus, uang rakyat yang menjadi sumber utama anggaran seharusnya dapat dinikmati secara penuh. Dia pun menyesalkan niat baik pemerintah untuk membangun negeri ini diselewengkan para pelaku korupsi.
"Apakah ini yang membuat serangan terhadap KPK terus terjadi? Bertubi-tubi," tegas Agus.
Baca Juga:
Agus melanjutkan saat ini upaya Revisi UU KPK telah bergulir. DPR pun bersepakat untuk mengusung Rancangan Undang-undang inisiatif DPR. Padahal, kata dia, KPK tidak pernah dilibatkan membahas rancangan yang "secara diam-diam" tiba-tiba muncul tersebut.
"Terkait RUU KPK itu, setelah kami baca, setidaknya 9 pokok materi di sana rentan melumpuhkan KPK. Karena itulah, kemarin, saya mewakili seluruh insan KPK menegaskan, KPK menolak revisi UU KPK tersebut," pungkasnya.(Pon)
Baca Juga:
Agus Rahardjo Beberkan 9 Poin Draf Revisi UU KPK yang Berisiko Lumpuhkan KPK
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Sarifuddin Sudding Sebut Kasus Korupsi Sengaja Diulur-ulur untuk Dijadikan 'ATM Berjalan', RKUHAP Wajib Batasi Waktu Penyidikan
Aksi Demo Buruh KASBI Tuntut Sahkan UU Ketenagakerjaan Pro Buruh di Gedung DPR
Paripurna DPR Bakal Umumkan 'Comeback' Uya Kuya dan Adies Kadir, Ahmad Sahroni Cs Minggir Dulu
DPR Ingatkan BPKH Jangan Jadikan Uang Umat untuk Proyek Infrastruktur yang Tak Ada Urusannya dengan Ka'bah
Kebijakan Masa Tunggu Haji 26 Tahun Ciptakan Ketidakadilan Baru yang Rugikan Ribuan Calon Haji, Prioritaskan Jemaah Lansia Agar Tidak Tunggu Sampai Tutup Usia
Gerindra Soroti Pasal Krusial RUU PKH, Jangan Sampai Dana Miliaran Rupiah Jadi Bancakan Investasi Gelap
MKD Gelar Sidang Putusan Kasus Dugaan Pelanggaran Kode Etik Anggota DPR
KPK Resmi Tetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid Tersangka Dugaan Korupsi di Dinas PUPR
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
Uya Kuya dan Adies Kadir Resmi Diaktifkan Lagi jadi Anggota DPR, Bagaimana Nasib Ahmad Sahroni, Nafa Urbach dan Eko Patrio?