Sarifuddin Sudding Sebut Kasus Korupsi Sengaja Diulur-ulur untuk Dijadikan 'ATM Berjalan', RKUHAP Wajib Batasi Waktu Penyidikan
Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding (DPR RI)
Merahputih.com - Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menekankan pentingnya penataan ulang kewenangan penyidikan dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Revisi KUHAP wajib memperbaiki mekanisme penyidikan guna mencegah penyalahgunaan wewenang dan menghentikan praktik pemanfaatan perkara sebagai 'sumber keuntungan' oleh oknum aparat penegak hukum.
Sudding menyatakan, proses penyusunan RKUHAP harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak terburu-buru. Hal ini krusial karena RKUHAP berkaitan erat dengan due process of law bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan kewenangan mereka.
Baca juga:
Ikhtiar Komisi III, Berharap Revisi KUHAP Tuntas Sebelum 1 Januari 2026
“Saya kira memang KUHAP ini perlu kehati-hatian. Karena ini terkait masalah due process of law terhadap aparat penegak hukum ketika melakukan suatu tindakan kewenangan yang ada pada mereka,” kata Sudding saat RDPU di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
RKUHAP: Solusi Atasi Tumpang Tindih dan Kasus "ATM"
Ia menyoroti masalah tumpang tindih penyidikan yang sering dilakukan oleh beberapa lembaga penegak hukum dalam satu kasus. Praktik ini dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Sudding mendesak agar RKUHAP menetapkan batas kewenangan yang jelas: penyidikan di kepolisian, penuntutan di kejaksaan, dan proses pengadilan di hakim.
Lebih lanjut, politisi Fraksi PAN itu mengungkap adanya praktik di lapangan di mana proses penyidikan sengaja diulur-ulur, meskipun unsur kasus dan tersangkanya sudah terang.
Penundaan ini dilakukan demi kepentingan tertentu, bahkan menjadikan kasus tersebut sebagai 'komoditas' atau 'sumber ATM'.
“Terkadang sudah jelas kasusnya. Tersangkanya pun sudah jelas. Tapi ada upaya dari aparat penegak hukum untuk menjadikan sumber ATM. Ya udah, setelah berapa kita diamkan dulu. Ganti pejabat buka lagi. Jadi gak ada kejelasan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Sudding mendesak RKUHAP untuk secara tegas menetapkan batas waktu penyidikan. Ia meyakini aparat penegak hukum memiliki kemampuan, sumber daya manusia, dan fasilitas canggih termasuk penyadapan untuk menyelesaikan penyidikan tepat waktu. Menurutnya, persoalan utama bukanlah keterbatasan sistem, melainkan faktor kemauan.
Selain itu, Sudding juga menyinggung konsep Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau penghentian penuntutan dengan syarat pengembalian kerugian negara, sebagaimana diterapkan di negara lain.
Baca juga:
Yusril Usulkan Pembatasan Status Tersangka Maksimal 1 Tahun dalam Revisi KUHAP
Namun, implementasi konsep ini di Indonesia terbentur Pasal 4 UU Tipikor yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan tindak pidana.
Melalui semua catatan kritis ini, Sudding menegaskan bahwa proses penyidikan harus mengedepankan kepastian hukum dan keadilan. Penyidikan tidak boleh menjadi ruang 'abu-abu' yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan oknum.
“Di situ kan hukum itu kan ya kepastian. Memanfaatkan keadilan dan sebagainya,” pungkasnya.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Sesalkan OTT Jaksa, Komisi III DPR Minta Akar Masalah Penegakan Hukum Diusut
DPR Desak Pengumuman UMP 2026 Transparan Agar Tak Ada Dusta
Negara Diminta 'Jemput Bola' Urus Sertifikat Korban Bencana Sumatera, Jangan Tunggu Rakyat Mengemis
DPR Warning Kementerian HAM: Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Jangan Cuma Jadi Pajangan, Implementasi Harus Se-Progresif Dialognya
Sindir Kinerja Kemenkes, Komisi IX DPR Sebut Pemulihan RS Pasca Banjir Sumatra Terlalu Santai
Desak Negara Hadir Selamatkan Pendidikan 700 Ribu Anak Papua
DPR Minta Imigrasi Plototin WNA Jelang Nataru Biar Enggak Kecolongan Pelanggaran Administrasi Hingga Narkoba
Satgas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bentukan Prabowo Diharap Jadi Juru Selamat Korban Banjir Sumatra
Keadaan Korban Bencana Sumatra Makin Mengkhawatirkan, Komisi V DPR: Pemerintah tak Perlu Malu dan Alergi Terima Bantuan Asing
Komisi V DPR Dukung Pembentukan Satgas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sumatra