DPR Tidak Punya Hak Membahas Perppu Cipta Kerja, Hanya Bisa Menerima atau Menolak
Charles Honoris (Dok pribadi)
MerahPutih.com - Polemik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) masih menjadi perbincangan di tengah masyarakat.
Pasalnya peraturan itu menjadi penting karena mempengaruhi banyak hal di masyarakat, yakni terkait dengan kalangan kelas pekerja.
Baca Juga:
Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris, DPR hanya mempunyai hak menentukan sikap terkait keberadaan Perppu Ciptaker.
“Kalau kita bicara perppu, DPR itu tidak punya hak untuk membahas sebetulnya. Kita hanya bisa menolak atau menerima,” kata Charles di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1).
Saat ini sejumlah pihak mengajukan permohonan gugatan terhadap Perppu Ciptaker ke MK. Dalam surat permohonan yang diterima oleh MK pada 5 Januari 2022 disebutkan para pemohon mengalami kerugian berupa ketidakpastian hukum setelah Perppu itu keluar.
Akan tetapi, Perppu Ciptaker disebut tetap sah dan mengikat setelah diumumkan pemerintah kepada masyarakat. Maka dari itu saat ini penentuan ada di tangan DPR.
Jika disetujui DPR maka Perppu Ciptaker sah menjadi Undang-Undang. Akan tetapi jika DPR menolak maka Presiden Joko Widodo wajib mencabut Perppu itu.
Baca Juga:
AJI Beberkan Sejumlah Pasal di Perppu Ciptaker yang Dianggap Merugikan Pekerja Media
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Perppu Cipta Kerja pada Jumat (30/12/2022) menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat pada November 2021 lalu sesuai putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
MK menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau melakukan revisi.
Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak. Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU.
Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik. Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.
Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen. (*)
Baca Juga:
Bagikan
Mula Akmal
Berita Terkait
Sarifuddin Sudding Sebut Kasus Korupsi Sengaja Diulur-ulur untuk Dijadikan 'ATM Berjalan', RKUHAP Wajib Batasi Waktu Penyidikan
Aksi Demo Buruh KASBI Tuntut Sahkan UU Ketenagakerjaan Pro Buruh di Gedung DPR
Paripurna DPR Bakal Umumkan 'Comeback' Uya Kuya dan Adies Kadir, Ahmad Sahroni Cs Minggir Dulu
DPR Ingatkan BPKH Jangan Jadikan Uang Umat untuk Proyek Infrastruktur yang Tak Ada Urusannya dengan Ka'bah
Kebijakan Masa Tunggu Haji 26 Tahun Ciptakan Ketidakadilan Baru yang Rugikan Ribuan Calon Haji, Prioritaskan Jemaah Lansia Agar Tidak Tunggu Sampai Tutup Usia
Gerindra Soroti Pasal Krusial RUU PKH, Jangan Sampai Dana Miliaran Rupiah Jadi Bancakan Investasi Gelap
MKD Gelar Sidang Putusan Kasus Dugaan Pelanggaran Kode Etik Anggota DPR
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
Uya Kuya dan Adies Kadir Resmi Diaktifkan Lagi jadi Anggota DPR, Bagaimana Nasib Ahmad Sahroni, Nafa Urbach dan Eko Patrio?
Universitas Paramadina Jalin Kerjasama Program Beasiswa Pendidikan bagi Wartawan