CSIS Nilai Pasal Penghinaan Terhadap Presiden di RKUHP Sudah Dipagari

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Jumat, 08 Juli 2022
CSIS Nilai Pasal Penghinaan Terhadap Presiden di RKUHP Sudah Dipagari

Unjuk rasa mahasiswa di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (4-7-2022), untuk menuntut Pemerintah dan DPR RI membuka draf RKUHP ke publik. ANTARA/Sumarwoto

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP dalam rapat kerja yang digelar di ruang rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/7).

Dalam draf final Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP tetap mengatur pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara. Ketentuan tersebut diatur dalam dalam Pasal 351.

Baca Juga:

Komisi III DPR Terima Draf RKUHP dari Pemerintah

Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Nicky Fahrizal menilai penyusun Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah memberi ketentuan pengamanan demokrasi.

"Pasal penghinaan terhadap Presiden sudah dipagari dengan ketentuan-ketentuan yang memang tidak serta-merta bisa langsung diproses secara hukum," ucap Nicky di Jakarta, Kamis, (8/7).

Ia menilai, salah satu pasal yang dipandang sebagai pengamanan demokrasi adalah Pasal 218 ayat (2) RKUHP yang menyatakan "tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri".

Nicky juga memandang Pasal 220 ayat (2) RKUHP sebagai ketentuan yang mengamankan demokrasi. Pasal 220 ayat (2) RKUHP menyatakan bahwa "pengaduan sebagaimana dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden".

"Presiden harus melaporkan sendiri itu pagar atau jaringan pengaman untuk mengamankan kebebasan berpendapat," katanya.

Akan tetapi, lanjut ia, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana norma tersebut diterapkan dalam penegakan hukum.

"Permasalahannya itu terletak pada penerapan normanya nanti, bukan pada konstitusionalitas suatu norma. Ini yang menjadi PR," tuturnya.

Ia menegaskan, penting untuk memperhatikan adanya penghapusan tuntutan hukum apabila penyerangan terhadap martabat presiden atau wakil presiden dilakukan karena adanya kepentingan umum dan pembelaan diri.

Selain itu, penafsiran terhadap norma tersebut harus sungguh-sungguh menjadi perhatian publik dan aparat penegak hukum.

"Bagaimana kritik yang dibangun adalah bukan kritik dalam artian serangan-serangan, melainkan benar-benar kritik yang konstruktif. Ini membutuhkan tafsir,” ucapnya.

Hal lain, kata ia, yang harus diperhatikan adalah diperlukan penyelarasan daya jangkau pemahaman penegak hukum agar dapat membedakan kritik dengan penghinaan.

"Daya jangkau pemahaman ini juga menjadi permasalahan kita karena kritik bisa menjadi sangat satir, menjadi sangat tajam," katanya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir mengungkapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) masih akan didiskusikan bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada masa sidang berikutnya.

"Kalau KUHP masih ada diskusi-diskusi terkait dengan 14 isu krusial, hanya itu saja. Kita tidak masuk ke batang tubuh tapi kita akan mendiskusikan itu. Nanti kita akan memperjelas dalam penjelasan RUU KUHP, masih ada sedikit diskusi terkait dengan 14 isu krusial yang banyak juga menjadi pertanyaan-pertanyaan di masyarakat," ujar Adies. (Pon)

Baca Juga:

PSI Minta DPR Tak Buru-buru Sahkan RKUHP

#KUHP #RUU KUHP #DPR #Pasal Penghinaan Presiden
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Sarifuddin Sudding Sebut Kasus Korupsi Sengaja Diulur-ulur untuk Dijadikan 'ATM Berjalan', RKUHAP Wajib Batasi Waktu Penyidikan
Sudding singgung perlunya due process of law dan persoalan UU Tipikor terkait DPA
Angga Yudha Pratama - Jumat, 07 November 2025
Sarifuddin Sudding Sebut Kasus Korupsi Sengaja Diulur-ulur untuk Dijadikan 'ATM Berjalan', RKUHAP Wajib Batasi Waktu Penyidikan
Berita Foto
Aksi Demo Buruh KASBI Tuntut Sahkan UU Ketenagakerjaan Pro Buruh di Gedung DPR
Massa buruh dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) tuntut sahkan Undang-Undang Ketenagakerjaan Pro Buruh di depang Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Didik Setiawan - Kamis, 06 November 2025
Aksi Demo Buruh KASBI Tuntut Sahkan UU Ketenagakerjaan Pro Buruh di Gedung DPR
Indonesia
Paripurna DPR Bakal Umumkan 'Comeback' Uya Kuya dan Adies Kadir, Ahmad Sahroni Cs Minggir Dulu
Adies Kadir dan Uya Kuya aktif kembali setelah MKD menyatakan mereka tidak melanggar kode etik. Simak sanksi nonaktif yang dijatuhkan pada Sahroni, Eko Patrio, dan Nafa Urbach
Angga Yudha Pratama - Kamis, 06 November 2025
Paripurna DPR Bakal Umumkan 'Comeback' Uya Kuya dan Adies Kadir, Ahmad Sahroni Cs Minggir Dulu
Indonesia
DPR Ingatkan BPKH Jangan Jadikan Uang Umat untuk Proyek Infrastruktur yang Tak Ada Urusannya dengan Ka'bah
BPKH didesak fokus investasi untuk layanan jemaah dan bertanggung jawab moral atas amanah umat
Angga Yudha Pratama - Kamis, 06 November 2025
DPR Ingatkan BPKH Jangan Jadikan Uang Umat untuk Proyek Infrastruktur yang Tak Ada Urusannya dengan Ka'bah
Indonesia
Kebijakan Masa Tunggu Haji 26 Tahun Ciptakan Ketidakadilan Baru yang Rugikan Ribuan Calon Haji, Prioritaskan Jemaah Lansia Agar Tidak Tunggu Sampai Tutup Usia
Ia desak prioritas lansia, stop jalur cepat, dan diplomasi kuota ke Arab Saudi
Angga Yudha Pratama - Kamis, 06 November 2025
Kebijakan Masa Tunggu Haji 26 Tahun Ciptakan Ketidakadilan Baru yang Rugikan Ribuan Calon Haji, Prioritaskan Jemaah Lansia Agar Tidak Tunggu Sampai Tutup Usia
Indonesia
Gerindra Soroti Pasal Krusial RUU PKH, Jangan Sampai Dana Miliaran Rupiah Jadi Bancakan Investasi Gelap
Melati mendesak kejelasan norma pengawasan dan mitigasi risiko investasi dana haji untuk menjamin keamanan dan transparansi dana jemaah
Angga Yudha Pratama - Kamis, 06 November 2025
Gerindra Soroti Pasal Krusial RUU PKH, Jangan Sampai Dana Miliaran Rupiah Jadi Bancakan Investasi Gelap
Berita Foto
MKD Gelar Sidang Putusan Kasus Dugaan Pelanggaran Kode Etik Anggota DPR
Anggota DPR nonaktif Adies Kadir (kanan), Ahmad Sahroni (kedua kanan), Surya Utama alias Uya Kuya (ketiga kanan), Eko Hendro Purnomo (kedua kiri) dan Nafa Urbach (kiri) mengikuti sidang putusan kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota DPR nonaktif di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Didik Setiawan - Rabu, 05 November 2025
MKD Gelar Sidang Putusan Kasus Dugaan Pelanggaran Kode Etik Anggota DPR
Indonesia
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
Oleh karena itu, permohonan tersebut seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) atau setidaknya ditolak secara keseluruhan
Angga Yudha Pratama - Rabu, 05 November 2025
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
Indonesia
Uya Kuya dan Adies Kadir Resmi Diaktifkan Lagi jadi Anggota DPR, Bagaimana Nasib Ahmad Sahroni, Nafa Urbach dan Eko Patrio?
Putusan ini diambil setelah MKD DPR RI mempertimbangkan secara matang berbagai keterangan saksi dan ahli dalam sidang-sidang sebelumnya
Angga Yudha Pratama - Rabu, 05 November 2025
Uya Kuya dan Adies Kadir Resmi Diaktifkan Lagi jadi Anggota DPR, Bagaimana Nasib Ahmad Sahroni, Nafa Urbach dan Eko Patrio?
Berita Foto
Universitas Paramadina Jalin Kerjasama Program Beasiswa Pendidikan bagi Wartawan
Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) Ariawan (kanan), dan Wakil Rektor Universitas Paramadina Bidang Mutu dan Kerja Sama Iin Mayasari (tengah) menandatangani nota kesepahaman (MoU) Program Beasiswa Pendidikan bagi Wartawan yang bertugas di lingkungan Parlemen, di Ruang Comment, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Didik Setiawan - Selasa, 04 November 2025
Universitas Paramadina Jalin Kerjasama Program Beasiswa Pendidikan bagi Wartawan
Bagikan