Yasonna Dianggap Berbohong, Pimpinan KPK: Saya Yakin Beliau Bertuhan

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif berbicara kepada awak media. (MP/Ponco Sulaksono)
MerahPutih.com - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly tidak berbohong terkait klaimnya yang menyebut telah mengundang pimpinan KPK untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
“Pak Laoly tidak perlu membuat narasi baru dan mengaburkan fakta yang sebenarnya. Saya yakin beliau ber-Tuhan, jadi sebaiknya jujur saja,” kata Laode saat dikonfirmasi, Rabu (18/9).
Baca Juga:
Laode mengakui dirinya bersama Ketua KPK Agus Rahardjo, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, dan Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang menemui Yasonna pada Kamis, 12 September 2019.
Kedatangan jajaran KPK untuk meminta langsung daftar inventarisasi masalah (DIM) versi Pemerintah yang diserahkan kepada DPR.
“Tapi Pak Laoly tidak memberikan DIM tersebut kepada kami,” ujar Laode.
Selain meminta DIM, kedatangan Agus cs juga untuk meminta Yasonna melibatkan KPK dalam pembahasan draft revisi UU tersebut. Laode menyebut KPK tidak pernah dilibatkan dalam pembasahan revisi UU tersebut.
Namun, kata Laode, kedatangan komandan KPK itu tidak berbuah manis. Yasonna bahkan tidak mau mendengarkan masukan KPK perihal revisi UU tersebut.
“Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 10 menitan tersebut Pak Laoly juga mengatakan bahwa konsultasi publik tidak dibutuhkan lagi karena pemerintah telah mendapatkan masukan yang cukup,” ungkapnya.

Laode juga menegaskan jika klaim Yasonna pernah menjelaskan poin-poin draft revisi UU adalah hal yang keliru dan tidak benar.
“Pak Laoly berjanji akan mengundang KPK saat pembahasan di DPR tapi Pak Laoly juga tidak memenuhi janji tersebut,” pungkas Laode.
Yasonna sebelumnya mengklaim jika pemerintah sudah membahas revisi UU KPK bersama Agus dan Laode. Pembahasan dilakukan sebelum revisi UU disahkan DPR, namun Yasonna tidak merinci waktu pertemuan tersebut.
DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) untuk menjadi UU. Keputusan itu diambil dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 17 September 2019.
Ada tujuh poin yang disepakati DPR dan pemerintah dalam revisi UU KPK ini. Pertama, kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif. Namun, kewenangan dan tugas KPK tetap independen.
Baca Juga:
Kedua, pembentukan Dewan Pengawas KPK agar sesuai peraturan perundang-undangan. Ketiga, pelaksanaan fungsi penyadapan. Keempat, mekanisme penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) perkara korupsi yang ditangani oleh KPK.
Poin kelima koordinasi kelembagaan KPK dengan kepolisian, kejaksaan, dan kementerian atau lembaga lainnya dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi. Keenam, mekanisme penggeledahan dan penyitaan. Terakhir, terkait sistem kepegawaian KPK. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPK Cecar Eks Sekjen Kemenag Proses Terbitnya SK Kuota Haji Tambahan Era Menag Yaqut

KPK Menggali Keterangan Khalid Basalamah Terkait Perolehan Kuota Haji Khusus

Lisa Mariana di Mabes Polri Bilang Terima Duit Banyak dari RK, KPK Janji Dalami Libatkan PPATK

PN Jaksel Gelar Sidang Praperadilan Tersangka Rudy Tanoe 15 September, KPK Pastikan Hadir

Jadi Tersangka Korupsi Bansos, Rudy Tanoe Ajukan Praperadilan Lawan KPK

KPK Telusuri Aliran Dana Kasus Korupsi Kuota Haji, Termasuk ke PBNU

KPK Duga Putri Mendiang Eks Gubernur Kaltim Awang Faroek Kerap Minta Suap

KPK Tahan Putri Eks Gubernur Kaltim Awang Faroek Terkait Suap Tambang Rp 3,5 M

KPK Menduga Ridwan Kamil Terima Uang Dugaan Korupsi Bank BJB saat Jabat Gubernur Jawa Barat

Ungkap Modus Jual Beli Kuota Haji, KPK: Tidak Secara Langsung
